Riyadhus
Shalihin –152
Bab 25
Perintah Menunaikan Amanat
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kepada engkau
semua supaya engkau semua menunaikan - memberikan - amanat kepada ahlinya - pemiliknya." (an-Nisa': 58)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya Kami 18telah memberikan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa takut terhadap itu,
sedang manusia suka memikulnya, sesungguhnya manusia itu amat menganiaya serta
bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72)
200. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tanda orang munafik itu tiga macam yaitu jikalau berkata
dusta, jikalau berjanji menyalahi - tidak menepati - dan jikalau diamanati -
dipercaya untuk memegang sesuatu amanat - lalu berkhianat." (Muttafaq
'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan-dengan tambahan: "Sekalipun ia
berpuasa, bersembahyang dan menyangka bahwa ia seorang muslim."
201. Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. katanya: "Rasulullah
s.a.w., memberitahukan kepada kita dua Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui
sedang yang lainnya saya menantinantikan. Beliau s.a.w. memberitahukan kepada
kita bahwasanya amanat itu turun dalam dasar asli dari hati orang-orang,
kemudian turunlah al-Quran. Orang-orang itu lalu mengetahuinya dari al-Quran
dan mengetahuinya pula dari as-Sunnah. Selanjutnya beliau s.a.w. memberitahukan
kepada kita tentang lenyapnya amanat itu, beliau s.a.w. bersabda:“Seseorang itu
tidur setiduran, lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah
bekasnya itu bagaikan bekas yang ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi,
lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya
bagaikan lepuhnya tangan - sehabis mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara
api yang engkau gelindingkan pada kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia
meninggi, tetapi tidak ada apa-apanya." Di kala menceriterakan ini beliau
s.a.w. mengambil sebuah kerikil lalu digelindingkan ke arah kakinya. "Kemudian
berpagi-pagi orang-orang sama berjual-beli, maka hampir saja tiada seorangpun
yang suka menunaikan amanat, sampai-sampai dikatakan: "Bahwasanya di kalangan
Bani Fulan itu ada seorang yang amat baik memegang amanat - terpercaya, sehingga
kepada orang tersebut dikatakan: "Alangkah giatnya ia bekerja, alangkah
indah pekerjaannya, alangkah pula cerdiknya. Padahal dalam hatinya sudah tidak
ada lagi keimanan sekalipun hanya seberat timbangan biji sawi."Niscayalah
akan datang padaku suatu zaman, sayapun tidak memperdulikan, manakah di antara
engkau semua yang saya beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim, hendaklah kembali
saja agamanya itu kepadaku - supaya tidak berkhianat - dan jikalau ia seorang 18
Amanat, artinya segala sesuatu yang diamanatkan atau diperintahkan untuk
melaksanakannya, baik berupa perintah larangan, urusan keagamaan atau
keduniaan.Nasrani atau Yahudi, baiklah walinya saja yang kembali padaku -supaya
amanat itu dipikulnya dan lenyaplah tanggungan beliau s.a.w. daripadanya.
Adapun pada hari ini, maka saya tidak pernah membai'at seseorang di antara
engkau semua, melainkan si Fulan dan si Fulan itu saja." (Muttafaq 'alaih)
202. Dari Hudzaifah dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, keduanya
berkata:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Tabarakawa Ta'ala
mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu'minin sehingga
didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam shalawatullah 'alaih,
lalu berkata: "Hai bapak kita, mohonkanlah untuk kita supaya syurga itu
dibuka." Adam menjawab: "Bukankah yang menyebabkan keluarnya engkau
semua dari syurga itu, tiada lain kecuali kesalahan bapakmu semua ini. Bukan
aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim,
kekasih Allah."Beliau s.a.w. meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim
berkata: "Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu, hanyasanya aku
ini sebagai kekasih dari belakang itu, dari belakang itu - maksudnya untuk
sampai ke tingkat yang setinggi itu tidak dapat aku melakukannya 19.Pergilah menuju Musa yang Allah telah
berfirman kepadanya secara langsung." Mereka mendatangi Musa, lalu Musa
berkata: "Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke
tempat Isa, sebagai kalimatullah - disebut demikian karena diwujudkan dengan firman
Allah: Kunduna abin artinya "Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah - maksudnya
mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati atau hati
yang mati." Seterusnya setelah didatangi Isa berkata: "Bukan aku yang
dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka mendatangi Muhammad s.a.w.,
lalu Muhammad berdiri - di bawah 'Arasy - dan untuknya diizinkan memohonkan
sesuatu. Pada saat itu amanat dan kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di
kedua tepi Ash-Shirath - jembatan, yaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang
pertama-tama dari engkau semua itu melaluinya sebagai cepatnya kilat." Saya
- yang merawikan Hadis - bertanya: "Bi-abi
wa ummi, bagaimanakah benda yang berlalu secepat
kilat?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidakkah engkau semua mengetahui, bagaimana
ia berlalu dan kemudian kembali dalam sekejap mata. Kemudian yang berikutnya dapat
melalui AshShirath sebagai jalannya angin, kemudian sebagai terbangnya burung, lalu sebagai
seorang yang berlari kencang. Bersama mereka itu berjalan pulalah amalan-amalan
mereka sedang Nabimu ini - Muhammad s.a.w. - berdiri di atas Ash-Shirath tadi sambil
mengucapkan: "Ya Tuhanku, selamat-kanlah, selamatkanlah." Demikian
itu hingga hambahamba yang lemah amalan-amalannya, sampai-sampai ada seorang
lelaki yang datang dan tidak dapat berjalan melainkan dengan merangkak -sebab
ketiadaan kekuatan amalnya untuk membuat ia dapat berjalan baik."Pada
kedua tepi Ash-shirath itu ada beberapa kait yang digantungkan dan diperintah untuk
menyambar orang yang diperintah untuk disambarnya. Maka dari itu ada orang yang
tergaruk tubuhnya, tetapi lepas lagi - selamat - dan ada yang terpelanting ke
dalam neraka -yang sebagian menindihi sebagian orang yang lain.Demi Zat yang
jiwa Abu Hurairah ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya dasar bawah
neraka Jahanam niscayalah sejauh tujuhpuluh tahun perjalanan."(Riwayat
Muslim) 19 Kata-kata sedemikian itu diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. sebagai
tanda merendahkan diri. Ucapannya Waraa-a,
Waraa-a, itu dibaca dengan fathahnya kedua hamzah dan
ada yang mengatakan bahwa kedua hamzahnya didhammahkan tan pa ditanwinkan.
Adapun maknanya ialah: "Bukannya aku yang dapat menempati derajat
yangsetinggi itu." Ini adalah kata-kata yang disebutkan untuk menyatakan
tawadhu' yakni merendahkan diri. Hal ini telah saya (Imam an-Nawawi) kupas
maknanya dalam syarah kitab Shahih Muslim.Wallaahu a'lam.
203. Dari Abu Khubaib, dengan dhammahnya kha' mu'jamah, yaitu
Abdullah bin Zubair radhtallahu 'anhuma, katanya: "Ketika Zubair berdiri -
menghadapi musuh - di waktu hari perang Jamal - antara sesama kaum Muslimin
yakni pasukan Ali r.a. dan Aisyah radhiallahu 'anha yang saat itu mengendarai
unta, maka disebut perang Jamal – Zubair memanggil saya lalu sayapun berdiri
didekatnya. fa berkata: "Hai anakku, sesungguhnya saja pada hari ini tidak
ada seorangpun yang terbunuh, melainkan ia adalah seorang yang menganiaya atau
seorang yang dianiaya - dan bahwasanya aku merasakan bahwa aku akan dibunuh
pada hari ini sebagai seorang yang dianiaya - karena membela yang benar dan ia ada
di barisan Ali r.a. 20.
Sesungguhnya salah satu daripada kedukaanku yang terbesar adalah hutangku.
Adakah engkau menyangka bahwa hutangku itu akan masih dapat meninggalkan
sesuatu harta kita? - maksudnya karena amat banyak sekali, maka apakah kiranya
masih ada yang tertinggal jikalau semua itu digunakan untuk
melunasinya,"Zubair melanjutkan ucapannya: "Hai anakku, jual sajalah
harta kita itu dan lunasilah seluruh hutangku." Zubair mewasiatkan dengan
sepertiga,dan sepertiga dari sepertiga diperuntukkan anak-anak Abdullah - yakni
bahwa yang diwasiatkan untuk anak-anaknya Abdullah bin Zubair ialah
sepertiganya sepertiga (sepersembilan).Zubair berkata: "Jikalau ada
kelebihan dari harta kita - setelah digunakan melunasi hutangnya, maka yang
sepertiganya sepertiga adalah untuk anak-anakmu." Hisyam berkata:
"Anak Abdullah itu ada yang menentang -tidak sesuai dalam sesuatu hal -
kepada anak-anaknya Zubair, yakni Khubaib dan 'Abad, sedang Zubair pada hari itu
mempunyai sembilan orang anak lelaki dan sembilan orang anak perempuan."
Abdullah bin Zubair berkata: "Maka mulailah Zubair mewasiatkan kepadaku
perihal hutangnya dan ia berkata: "Hai anakku, jikalau engkau merasa lemah
untuk melaksanakan sesuatu daripada melunasi hutang itu - artinya tidak ada
lagi harta untuk mencukupinya maka mintalah pertolongan kepada Yang menguasai
diriku?" Abdullah berkata: "Demi Allah, saya tidak mengerti sama
sekali apa yang dimaksudkan olehnya - dengan kata-kata yang menguasainya itu,
maka saya berkata: "Hai ayahku, siapakah yang menguasai ayah ini?" Ia
berkata: "Yaitu Allah." Abdullah berkata: "Maka demi Allah,
tiada satu waktupun saya merasa jatuh dalam kedukaan karena memikirkan hutang
ayah itu, melainkan saya tentu berkata: "Wahai Yang menguasai Zubair,
tunaikanlah hutang Zubair ini!" Maka Tuhan menunaikannya. Abdullah berkata:
"Selanjutnya Zubair terbunuh - dalam peperangan - dan ia tidak meninggalkan
sedinar atau sedirhampun melainkan ada beberapa bidang tanah, di antaranya ialah
Ghabah - sebidang tanah yang terkenal namanya di dekat Madinah, yakni di
sebelah utaranya, sebeias buah rumah di Madinah, dua buah rumah di Bashrah dan
sebuah rumah di Kufah, juga sebuah rumah di Mesir." 20 Imam Ibnul Tin
berkata: "Sebabnya ada yang dianggap penganiaya atau teraniaya, karena dua
pihak seagama yang berperang itu ada yang termasuk golongan sahabat-5ahabat
Nabi s.a.w. yang dengan ikhlas hendak membela kebenaran kemudian terbunuh,
Inilah yang dianggap orang yang teraniaya. Ada pula golongan yang bukan
termasuk sahabat Nabi s.a.w. yang dapat membunuh lawannya, sedang tujuan ikut
berperang hanyalah semata-mata mengharapkan harta dunia. Maka itulah yang
dianggap penganiaya.Abdullah berkata: "Sebenarnya saja sebabnya Zubair
mempunyai hutang itu ialah karena apabila ada seorang lelaki datang padanya
dengan membawa harta, lalu harta itu dimaksudkan olehnya akan dititipkan kepada
Zubair, tetapi Zubair lalu berkata: "Jangan dititipkan, tetapi bolehlah
itu menjadi pinjaman saja, karena sesungguhnya saya sendiri takut kalau harta
itu hilang. Zubair tidak pernah menjabat sebagai penguasa negara sama sekali, tidak
pula pernah mengusahakan pengulahan tanah ataupun memperoleh hasil pertanian, bahkan
tidak pernah juga bekerja sesuatu apapun, melainkan ia pernah mengikuti peperangan
beserta Rasulullah s.a.w. atau bersama Abu Bakar, Umar atau Usman radhiallahu
'anhum - dan dengan demikian memperoleh bagian harta rampasan perang atau ghanimah."Abdullah
berkata: "Kemudian saya menghitung hutang yang menjadi tanggungannya. lalu
saya dapatkan itu adalah sebanyak dua juta duaratus ribu - dirham." Hakim
bin Hizam lalu menemur Abdullah bin Zubair dan berkata: "Hai anak saudaraku,
berapa jumlahnya hutang yang menjadi tanggungan saudaraku-yakni Zubair - itu?"
Saya -Abdullah - menyembunyikannya jumlah itu dan saya berkata: "Seratus
ribu." Hakim berkata: "Demi Allah, saya mengira bahwa hartamu tidak
akan mencukupi untuk melunasr hutang sebanyak itu." Abdullah berkata:
"Kalau begitu, bagaimana pengiraanmu, jikalau hutangnya yang sebenarnya
itu ada duajuta duaratus ribu?" Ia berkata: "Saya kira, anda tidak
akan kuat melunasi itu semua, tetapi jikalau anda merasa lemah - kesukaran
-untuk melunasi sesuatu dari hutang Zubair itu, hendaklah meminta pertolongan
padaku." Abdullah berkata:"Zubair itu pernah membeli tanah Ghabah
dengan harga seratus tujuhpuluh ribu." Tanah Ghabah lalu dijual oleh
Abdullah dengan harga sejuta enam ratus ribu, kemudian ia berkata - kepada umum
-: "Barangsiapa yang merasa memberikan hutang kepada Zubair, hendaklah
suka kamu lunasi dengan perhitungan harga tanah Ghabah."Kemudian datanglah
Abdullah bin Ja'far dan ia pernah memberi hutang kepada Zubair sebanyak empat
ratus ribu. Abdullah bin Ja'far berkata kepada Abdullah bin Zubair:
"Jikalau anda suka, hutang itu saya tinggalkan untuk anda - yakni tidak
usah dikembalikan." Abdullah bin Zubair berkata: 'Tidak-yakni hutang itu
akan dilunasi." Abdullah bin Ja'far berkata: 'Sekiranya anda suka,
pelunasan itu hendak anda belakangkan juga boleh anda belakangkan - yakni tidak
tergesa-gesa dikembalikan." Abdullah bin Zubair menjawab: "Jangan -
yakni akan segera dilunasi." Katanya lagi: "Kalau begrtu., potongkan
sajalah sebahagian dari tanah Ghabah itu!" Abdullah bin Zubair berkata:
"Untuk anda ialah tanah dari batas ini sampai ke batas itu." Dengan
demikian Abdullah bin Zubair telah menjual sebagian tanah Ghabah itu dan ia
melunasi sebagian hutang ayahnya. Kini yang tertinggal ialah empat setengah
bagian. Ia datang kepada Mu'awiyah dan di sisinya terdapatlah Amr bin Usman,
Mundzir bin Zubair dan Ibnu Zam'ah. Mu'awiyah bertanya padanya: "Berapa
diperkirakan harga tanah Ghabah itu?" Abdullah berkata: "Tiap sebagian
berharga seratus ribu." Ia bertanya pula: "Kini tinggal berapa
bagiannya." Jawabnya: "Empat setengah bagian." Mundzir bin
Zubair berkata: "Baiklah, untuk saya ambil satu bagiannya dengan harga
seratus ribu." Amr bin Usman juga berkata: "Saya ambil satu bagiannya
pula dengan harga seratus ribu." Ibnu Zam'ah juga berkata: "Saya
ambil satu bagiannya dengan harga seratus ribu." Selanjutnya Mu'awiyah
berkata: "Berapa bagian kini yang tertinggal?" Jawabnya: "Satu
setengah bagian." Ia berkata: "Baiklah, saya ambil satu setengah
bagian dengan harga seratus limapuluh ribu." Abdullah bin Zubair berkata:
"Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga
enamratus ribu." Setelah Abdullah bin Zubair menyelesaikan pelunasan
hutang ayahnya, lalu anakanaknya Zubair berkata: "Bagikanlah bagian
warisan kita masing-masing." Tetapi Abdullah bin Zubair menjawab:
"Demi Allah, saya tidak akan membagi-bagikan itu antara engkau semua,
sehingga saya memberitahukan secara umum pada setiap musim, yakni selama empat
tahun,yaitu dengan ucapan: "Ingatlah, barangsiapa yang pernah memberikan
hutang kepada Zubair, hendaklah datang di tempat kita dan kita akan
melunasinya." Demikianlah setiap tahunnya padawaktu musim haji itu
diumumkan pemberitahuannya. Setelah selesai empat tahun, lalu harta warisan itu
dibagi-bagikan antara anakanaknya Zubair dan dikurangi sepertiganya. Zubair
ketika wafatnya mempunyai empat orang isteri, maka setiap isteri itu memperoieh
sejuta duaratus ribu. Jadi semua harta Zubair itu ialah limapuluh juta duaratus
ribu. (Riwayat Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar