Pertama: Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Tinggalkanlah apa yang saya tinggalkan untukmu semua
-maksudnya: Jangan ditanyakan apa yang tidak saya terangkan kepadamu
semua, karena hanyasanya yang menyebabkan kerusakan orang-orang - ummat -
yang sebelumnya itu ialah sebab banyaknya mereka bertanya-tanya - yang
tidak berfaedah - lagi pula mereka suka menyalahi kepada Nabi-nabi
mereka. Oleh sebab itu jikalau saya melarang padamu akan sesuatu hal,
maka jauhilah itu dan jikalau saya memerintah padamu semua akan sesuatu
perkara, maka lakukanlah itu sekuat usahamu." (Muttafaq 'alaih)
Penjelasan:
Isi yang terkandung dalam Hadis ini ialah:
Sesuatu
yang merupakan larangan, maka samasekali jangan dilakukan, tetapi kalau
berupa perintah, cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putusasa
untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit:
Tidak dapat dengan berdiri, lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan
duduk, boleh dengan berbaring dan pendek kata sedapat mungkin, asal
jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan isyarat memejamkan serta
membuka mata dalam melakukan shalat itu. Allah telah berfirman:
"Allah tidak memaksa pada seseorang melainkan menurut kekuatannya."
Ummatnya Nabi Musa 'alaihissalam yang meminta pada beliau sebagaimana kata mereka yang diuraikan dalam al-Quran:
"Tampakkanlah pada kita Allah hu dengan terang-terangan."
Bukankah ini permintaan yang melampaui batas dan tidak bermanfaat sedikitpun?
Juga seperti ummatnya Nabi Isa 'alaihissalam sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran pula. Mereka berkata:
"Adakah Tuhan Tuan dapat menurunkan pada kita hidangan dari langit?"
Mereka
menyangka bahwa Allah tidak kuasa melakukannya. Tetapt setelah
dikabulkan permintaan mereka, tetap masih banyak yang ingkar dan kufur.
Bukankah ini keterlaluan yang luarbiasa?
Menyalahi Nabi-nabinya sendiri sehingga menyebabkan timbul bid'ah yang bermacam-macam dan lain-lain lagi.
Adapun kalau berselisih dalam memahamkan hukum cabang (furu'iyah), maka itu tidaklah menjadi bahaya sebagaimana sabda Nabi صلی الله عليه وسلم:
"Perselisihan ummatku adalah rahmat."
Tetapi
perselisihan yang berbahaya dan tercela ialah apabila soal-soal cabang
atau perincian-perincian itu dibesar-besarkan hingga menjadi retaknya
barisan ummat Islam dalam menghadapi lawannya. Ini sungguh terlarang
dalam agama sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah engkau semua bercerai-berai, maka akan lemahlah engkau semua dan lenyaplah kekuatanmu."
Nomor: 157
Kedua: Dari Abu Najih al-'Irbadh bin Sariyah رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
pernah memberikan wejangan kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang
mengesankan sekali, hati dapat menjadi takut karenanya, matapun dapat
bercucuran. Kita lalu berkata: "Ya Rasulullah,seolah-olah itu adalah
wejangan seseorang yang hendak bermohon diri. Oleh sebab itu, berilah
wasiat kepada kita semua!" Beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Saya
berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau semua bertaqwa kepada Allah,
juga suka mendengarkan dan mentaati -pemerintahan - sekalipun yang
memerintah atasmu itu seorang hambasahaya Habsyi. Karena sesungguhnya
saja, barangsiapa yang
masih
hidup panjang di antara engkau semua itu ia akan melihat berbagai
perselisihan yang banyak sekali. Maka dari itu hendaklah engkau semua
menetapi sunnahku dan sunnah para Khalifah Arrasyidun yang memperoleh
petunjuk - Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali radhiallahu 'annum; gigitlah
sunnah-sunnah itu dengan gigi-gigi taringmu - yakni pegang teguhlah itu
sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan perkara-perkara
yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu kebid'ahan itu
adalah sesat."
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
Penjelasan:
Banyak sekali hal-hal penting yang terkandung dalam Hadis ini, di antaranya ialah:
(a) Orang yang berpamit yakni hendak meninggal dunia,sebab isi nasihatnya itu sangat mendalam.
(b)
Memang kita wajib taat pada pemimpin-pemimpin kita yang memegang
pemerintahan itu, apabila mereka itu tetap menjalankan pemerintahan
sebagaimana yang diridhai oleh Allah.
(c) Sunnahku yakni perjalanan dan sari hidupku.
(d)
Khalifah-khalifah Arrasyidun yakni pengganti-pengganti Nabi yang
bijaksana dan senantiasa mengikuti kebenaran. Mereka itu ialah Abu
Bakar, Umar, Usman dan Ali radhiallahu 'anhum.
(e) Gigitlah teguh-teguh yakni peganglah selalu sekuat-kuatmu dan jangan sampai terlepas sedetikpun.
(f) Apa yang disabdakan Nabi صلی الله عليه وسلم
ini agaknya kini telah tampak benar, bukanlah bermacam-macam
perselisihan yang kita hadapi sekarang, baik karena banyak faham yang
tumbuh atau memang percekcokan sesama ummat Islam sendiri dan lain-lain
sebab lagi.
Karena itu satu-satunya jalan agar kita tetap selamat di dunia dan akhirat ialah dengan berpegang teguh pada sunnah Nabi صلی الله عليه وسلم dan sunnah khalifah-khalifah Arrasyidun, yang pokok kesemuanya itu ialah dalam kandungan al-Quran dan Hadis.
(g) Bid'ah yakni sesuatu yang tidakada dalam agama lalu diada-adakan sehingga seolah-olah itu jugatermasuk dalam agama. Bid'ah
yang sedemikian inilah yang sesat dan setiap yang sesat pasti ke neraka sebagaimana dalam Hadis lain disebutkan:
"Maka
sesungguhnya setiap sesuatu yang diada-adakan, itu bid'ah dan setiap
bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka."
(h)
Tetapi kalau yang diada-adakan itu baik (bid'ah hasanah), maka tentu
saja tidak terlarang seperti mendirikan sekolah-sekolah (madrasah),
pondok-pondok, pesantren- pesantren dengan cara yang serba moden. Semua
tidak terlarang sekalipun dalam zaman Rasulullah صلی الله عليه وسلم belum ada.
Nomor: 158
Ketiga: Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Semua ummatku itu dapat memasuki syurga, melainkan orang yang enggan - tidak suka."
Beliau ditanya: "Siapakah orang yang enggan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab:
"Barangsiapa
yang taat kepadaku, maka ia dapat memasuki syurga dan barangsiapa yang
bermaksiat padaku - menyalahi ajaranku, maka dialah orang yang
benar-benar enggan." (Riwayat Bukhari)
Nomor: 159
Keempat: Dari Abu Muslim; ada yang mengatakan, dari Abu lyas, yaitu Salamah bin 'Amr bin al-Akwa' رضي الله عنه, bahwasanya ada seorang lelaki disisi Rasulullah صلی الله عليه وسلم, makan dengan tangan kirinya. Kemudian beliau صلی الله عليه وسلم bersabda padanya: "Makanlah dengan tangan kananmu!" Orang itu berkata: "Aku tidak dapat." Beliau صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Jadi engkau tidak dapat?" Sebenarnya ia berbuat demikian itu
hanyalah karena terdorong oleh kecongkaannya belaka. Akhirnya ia
benar-benar tidak dapat mengangkat tangan kanannya ke mulutnya - untuk
selama-lamanya." (Riwayat Muslim)
Nomor: 160
Kelima: Dari Abu Abdillah yaitu an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Hendaklah
engkau semua benar-benar meratakan barisan-barisanmu - dalam shalat,
atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan membalikkan
antara wajah- wajahmu semua -maksudnya ialah bahwa Allah akan
memasukkan rasa permusuhan, saling benci-membenci dan perselisihan
pendapat dalam hatimu semua." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:
"Rasulullah صلی الله عليه وسلم
itu meratakan barisan-barisan kita sehingga seolah-olah beliau itu
meratakan letaknya anak panah, sampai-sampai beliau meyakinkan bahwa
kita semua telah mengerti betul-betul akan meratakan barisan itu.
Selanjutnya pada suatu hari beliau keluar - untuk bersembahyang -
kemudian berdiri sehingga hampir-hampir beliau akan bertakbir. Tiba-tiba
beliau melihat ada seorang yang menonjol dadanya - agak ke muka sedikit
dari barisannya - lalu beliau bersabda:
"Hai
hamba-hamba Allah, hendaklah engkau semua benar-benar meratakan
barisanmu, atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan
membalikkan antara wajah-wajahmu semua."
Penjelasan:
Dalam
Hadis di atas terdapat anjuran yang sangat keras agar di waktu shalat,
barisan itu benar-benar dilempangkan, diratakan dan diluruskan
sekencang-kencangnya. Selain itu terdapat keterangan pula perihal
dibolehkannya berkata-kata dalam waktu antara selesai-nya iqamah dengan
akan dilakukannya shalat, tetapi kata-kata itu hendaknya yang bermanfaat
dan berguna.
Nomor: 161
Keenam: Dari Abu Musa رضي الله عنه katanya:
"Ada
sebuah rumah di Madinah yang terbakar mengenai penghuni-penghuninya di
waktu malam. Setelah hal mereka itu diberitahukan kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم, lalu beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Sesungguhnya
api itu adalah musuhmu semua. Maka dari itu, jikalau engkau semua
tidur, padamkan sajalah api itu dari padamu." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 162
Ketujuh: Dari Abu Musa رضي الله عنه juga, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Sesungguhnya
perumpamaan dari petunjuk dan ilmu yang dengannya saya diutus oleh
Allah itu adalah seperti hujan yang mengenai bumi.Di antara bumi itu ada
bagian yang baik,yaitu dapat menerima air, kemudian dapat pula
menumbuhkan rumput dan lalang yang banyak sekali, tetapi di antara bumi
itu ada pula yang gersang, menahan masuknya air dan selanjutnya dengan
air yang tertahan itu Allah lalu memberikan kemanfaatan kepada para
manusia, karena mereka dapat minum daripadanya, dapat menyiram dan
menanam. Ada pula hujan itu mengenai bagian bumi yang lain, yang ini
hanyalah merupakan tanah rata lagi licin. Bagian bumi ini tentulah tidak
dapat menahan air dan tidak pula dapat menumbuhkan rumput. Jadi yang
sedemikian itu adalah contohnya orang yang pandai dalam agama Allah dan
petunjuk serta ilmu yang dengannya itu saya diutus, dapat pula
memberikan kemanfaatan kepada orang tadi. Maka orang itupun
mengetahuinya - mempelajarinya, kemudian mengajarkannya - yang ini
diumpamakan bumi yang dapat menerima air atau dapat menahan air, dan itu
pulalah contohnya orang yang tidak suka mengangkat kepala untuk
menerima petunjuk dan ilmu tersebut. Jadi ia enggan menerima petunjuk
Allah yang dengannya itu saya dirasulkan - ini contohnya bumi yang rata
dan licin." (Muttafaq 'alaih)
Faquha,
dengan dhammahnya qaf adalah menurut yang masyhur digunakan. Ada pula
yang mengatakan dengan dikasrahkan berbunyi Faqiha), artinya menjadi
pandai atau ahli fiqih.
Nomor: 163
Dari Jabir رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Perumpamaanku dan perumpamaan engkau semua itu adalah
seperti seorang lelaki yang menyalakan api, kemudian banyaklah belalang
dan kupu-kupu yang jatuh dalam api tadi, sedang orang itu mencegah
binatang-binatang itu jangan sampai terjun di situ. Saya ini - yakni
Rasulullah صلی الله عليه وسلم
- adalah seorang yang mengambil -memegang - pengikat celana serta
sarungmu semua agar tidak sampai engkau semua terjun dalam neraka,
tetapi engkau semua masih juga hendak lari dari peganganku." (Riwayat
Muslim)
Al-janadib
ialah seperti belalang dan kupu-kupu (dari golongan binatang kecil yang
terbang), sedang Al-hujaz adalah jamaknya Hujzah, artinya tempat
mengikatkan sarung atau celana.
Nomor: 164
Kesembilan: Dari Jabir رضي الله عنه pula bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم
menyuruh menjilat tangan-tangan dan piring; beliau juga bersabda:
"Sesungguhnya engkau semua tidak tahu di tempat manakah yang ada
berkahnya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan lagi:
Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Jikalau suapan seseorang dari engkau semua itu jatuh, maka
baiklah diambil kembali, kemudian hendaklah disingkirkan kotoran yang
melekat di situ, selanjutnya hendaklah memakannya dan janganlah itu
dibiarkan - ditinggalkan -untuk dimakan oleh syaitan. Jangan pula
seseorang itu mengusap tangannya dengan saputangan - sehabis makan itu -
sehingga jari-jarinya dijilat-jilatnya dulu, sebab seseorang itu
tentulah tidak mengetahui di dalam makanan yang mana letaknya
keberkahan."
Dalam riwayat Imam Muslim pula:
Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu mendatangi seseorang di antara
engkau semua di waktu ia melakukan segala sesuatu dari pekerjaannya,
sampai-sampai syaitan itupun mendatangi orang itu di waktu ia makan.
Maka dari itu jikalau suapan itu jatuh dari seseorang di antara engkau
semua, maka hendaklah menyingkirkan kotoran- kotoran yang melekat di
situ, kemudian makanlah dan jangan dibiarkan untuk dimakan oleh
syaitan."
Nomor: 165
Kesepuluh: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم berdiri di hadapan kita semua untuk memberikan nasihat. Beliau bersabda:
"Hai
sekalian manusia, sesungguhnya engkau semua itu akan dikumpulkan kepada
Allah Ta'ala dalam keadaan telanjang kaki, telanjang badan dan kuncup -
tidak dikhitan, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya:
"Sebagaimana Kami memulai membuat makhluk untuk pertama kalinya, maka
itulah yang Kami ulangkan kembali. Sedemikian adalah janji atas Kami
sendiri, sesungguhnya Kami akan melaksanakan yang sedemikian itu."
(al-Anbiya': 104)
"Ingatlah,
bahwasanya pertama-tama makhluk yang diberi pakaian pada hari kiamat
ialah Ibrahim a.s. Ingatlah, bahwasanya Ibrahim itu akan didatangkan
dengan disertai beberapa orang dari ummatku, kemudian orang-orang itu
diseret ke sebelah kiri -maksudnya ke arah neraka. Saya berkata: "Ya
Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku." Lalu kepadaku dikatakan:
"Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan
sepeninggalmu." Oleh sebab itu saya berkata sebagaimana yang diucapkan
oleh seseorang hamba yang shalih - yakni Nabiullah Isa a.s.: "Dan saya
dapat menyaksikan perbuatan mereka selagi aku ada di kalangan mereka -
semasih sama-sama di dunia," hingga ucapannya "Maha Mulia Serta
Bijaksana."
Lengkapnya ucapan Nabiullah Isa a.s. itu tersebut dalam sebuah ayat yang artinya:
"Dan
saya dapat menyaksikan perbuatan mereka selagi aku ada di kalangan
mereka. Tetapi setelah Engkau menghilangkan diriku, maka Engkaulah yang
mengamat-amati atas kelakuan-kelakuan mereka itu dan Engkau adalah Maha
Menyaksikan atas segala sesuatu. Jikalau Engkau menyiksa mereka, maka
mereka itupun hamba-hambaMu, tetapi jikalau Engkau mengampuni mereka,
maka sesungguhnya Engkau adalah Maha Mulia lagi Bijaksana." (al-Maidah:
117-118)
"Setelah
itu lalu dikatakan kepadaku: "Sebenarnya mereka itu tidak
henti-hentinya kembali pada kaki-kakinya - maksudnya menjadi murtad dari
agama Allah - sejak engkau berpisah dengan mereka itu." (Muttafaq
'alsih)
Nomor: 166
Kesebelas: Dari Abu Said yaitu Abdullah bin Mughaffal رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
itu melarang berkhadzaf - yaitu melemparkan kerikil dengan jari
telunjuk dan ibu jari yakni kerikil itu diletakkan di jari yang satu
yakni ibu jari lalu dilemparkan dengan jari yang lain yakni jari
telunjuk.
Selanjutnya
ia berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak dapat membunuh binatang
buruan, tidak dapat pula membunuh musuh. Dan bahwasanya berkhadzaf itu
dapat melepaskan mata - membutakannya - dan dapat juga merontokkan
gigi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam
riwayat lain disebutkan: Bahwasanya ada seorang keluarga dekat dari
Ibnu Mughaffal berkhadzaf, lalu olehnya orang tersebut dilarang dan
berkata bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم
melarang berkhadzaf itu dan berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak
dapat membunuh binatang buruan." Kemudian orang yang dilarangnya itu
masih mengulangi lagi perbuatannya. Lalu Ibnu Mughaffal berkata: "Saya
telah memberitahukan kepadamu bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم
melarang berkhadzaf itu, tetapi engkau masih juga mengulangi
perbuatanmu. Mulai sekarang saya tidak akan berbicara lagi padamu
selama- lamanya."
Penjelasan:
Hadis
ini menjelaskan bolehnya tidak menyapa atau tidak berbicara dengan para
ahli pelaku kebid'ahan, orang-orang fasik serta para penentang dan
pelanggar sunnah Rasulullah صلی الله عليه وسلم,
sekalipun hal itu dilakukan untuk selama-lamanya. Tetapi keadaan
sedemikian itu wajib diakhiri, manakala mereka yang tersebut di atas itu
sudah mengubah sikapnya dan suka mentaati ajaran-ajaran agama
sebagaimana yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim dan mu'min.
Nomor: 167
Dari'Abis bin Rabi'ah, katanya: "Saya melihat Umar bin Alkhaththab رضي الله عنه
mencium batu hitam - hajar aswad -dan ia berkata: "Saya mengetahui
bahwa engkau itu adalah batu, engkau tidak dapat memberikan kemanfaatan
dan tidak pula dapat membahayakan. Andaikata saya tidak melihat
Rasulullah صلی الله عليه وسلم sendiri menciummu, pastilah aku juga tidak suka menciummu." (Muttafaq 'alaih)
Riyadhus Shalihin
-Imam An-Nawawi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar