Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Tanda
orang munafik itu tiga macam yaitu jikalau berkata dusta, jikalau
berjanji menyalahi - tidak menepati - dan jikalau diamanati - dipercaya
untuk memegang sesuatu amanat - lalu berkhianat." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan-dengan tambahan: "Sekalipun ia berpuasa, bersembahyang dan menyangka bahwa ia seorang muslim."
[18]
Amanat, artinya segala sesuatu yang diamanatkan atau diperintahkan
untuk melaksanakannya, baik berupa perintah larangan, urusan keagamaan
atau keduniaan.
Nomor: 201
Dari Hudzaifah bin al-Yaman رضي الله عنه katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم, memberitahukan kepada kita dua Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui sedang yang lainnya saya menanti- nantikan. Beliau صلی الله عليه وسلم
memberitahukan kepada kita bahwasanya amanat itu turun dalam dasar asli
dari hati orang-orang, kemudian turunlah al-Quran. Orang-orang itu lalu
mengetahuinya dari al-Quran dan mengetahuinya pula dari as-Sunnah.
Selanjutnya beliau صلی الله عليه وسلم memberitahukan kepada kita tentang lenyapnya amanat itu, beliau صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Seseorang itu tidur setiduran, lalu diambillah amanat itu
dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya itu bagaikan bekas yang
ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi, lalu diambillah amanat
itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya bagaikan lepuhnya
tangan - sehabis mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara api yang
engkau gelindingkan pada kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia
meninggi, tetapi tidak ada apa-apanya." Di kala menceriterakan ini
beliau صلی الله عليه وسلم mengambil sebuah kerikil lalu digelindingkan ke arah kakinya.
"Kemudian
berpagi-pagi orang-orang sama berjual-beli, maka hampir saja tiada
seorangpun yang suka menunaikan amanat, sampai-sampai dikatakan:
"Bahwasanya di kalangan Bani Fulan itu ada seorang yang amat baik
memegang amanat - terpercaya, sehingga kepada orang tersebut dikatakan:
"Alangkah giatnya ia bekerja, alangkah indah pekerjaannya, alangkah pula
cerdiknya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada lagi keimanan
sekalipun hanya seberat timbangan biji sawi.
"Niscayalah
akan datang padaku suatu zaman, sayapun tidak memperdulikan, manakah di
antara engkau semua yang saya beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim,
hendaklah kembali saja agamanya itu kepadaku - supaya tidak berkhianat -
dan jikalau ia seorang Nasrani atau Yahudi, baiklah walinya saja yang
kembali padaku -supaya amanat itu dipikulnya dan lenyaplah tanggungan
beliau صلی الله عليه وسلم
daripadanya. Adapun pada hari ini, maka saya tidak pernah membai'at
seseorang di antara engkau semua, melainkan si Fulan dan si Fulan itu
saja." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 202
Dari Hudzaifah dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Allah
Tabarakawa Ta'ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum
mu'minin sehingga didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi
Adam shalawatullah 'alaih, lalu berkata: "Hai bapak kita, mohonkanlah
untuk kita supaya syurga itu dibuka." Adam menjawab: "Bukankah yang
menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga itu, tiada lain kecuali
kesalahan bapakmu semua ini. Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian
itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah."
Beliau صلی الله عليه وسلم
meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim berkata: "Bukannya aku yang dapat
berbuat sedemikian itu, hanyasanya aku ini sebagai kekasih dari belakang
itu, dari belakang itu - maksudnya untuk sampai ke tingkat yang
setinggi itu tidak dapat aku melakukannya . [19] Pergilah
menuju Musa yang Allah telah berfirman kepadanya secara langsung."
Mereka mendatangi Musa, lalu Musa berkata: "Bukannya aku yang dapat
berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat Isa, sebagai kalimatullah -
disebut demikian karena diwujudkan dengan firman Allah: Kunduna abin
artinya "Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah - maksudnya
mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati
atau hati yang mati." Seterusnya setelah didatangi Isa berkata: "Bukan
aku yang dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka mendatangi
Muhammad صلی الله عليه وسلم, lalu Muhammad berdiri - di bawah 'Arasy - dan untuknya diizinkan memohonkan sesuatu.
Pada
saat itu amanat dan kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di kedua
tepi Ash-Shirath - jembatan, yaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang
yang pertama-tama dari engkau semua itu melaluinya sebagai cepatnya
kilat."
Saya - yang merawikan Hadis - bertanya: "Bi-abi wa ummi, bagaimanakah benda yang berlalu secepat kilat?" Beliau صلی الله عليه وسلم
menjawab: "Tidakkah engkau semua mengetahui, bagaimana ia berlalu dan
kemudian kembali dalam sekejap mata. Kemudian yang berikutnya dapat
melalui AshShirath sebagai jalannya angin, kemudian sebagai terbangnya
burung, lalu sebagai seorang yang berlari kencang. Bersama mereka itu
berjalan pulalah amalan-amalan mereka sedang Nabimu ini - Muhammad صلی الله عليه وسلم
- berdiri di atas Ash-Shirath tadi sambil mengucapkan: "Ya Tuhanku,
selamat-kanlah, selamatkanlah." Demikian itu hingga hamba- hamba yang
lemah amalan-amalannya, sampai-sampai ada seorang lelaki yang datang dan
tidak dapat berjalan melainkan dengan merangkak -sebab ketiadaan
kekuatan amalnya untuk membuat ia dapat berjalan baik."
Pada
kedua tepi Ash-shirath itu ada beberapa kait yang digantungkan dan
diperintah untuk menyambar orang yang diperintah untuk disambarnya. Maka
dari itu ada orang yang tergaruk tubuhnya, tetapi lepas lagi - selamat -
dan ada yang terpelanting ke dalam neraka - yang sebagian menindihi
sebagian orang yang lain.
Demi
Zat yang jiwa Abu Hurairah ada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya dasar bawah neraka Jahanam niscayalah sejauh tujuhpuluh
tahun perjalanan." (Riwayat Muslim)
Ucapannya
Waraa-a, Waraa-a, itu dibaca dengan fathahnya kedua hamzah dan ada yang
mengatakan bahwa kedua hamzahnya didhammahkan tan pa ditanwinkan.
Adapun maknanya ialah: "Bukannya aku yang dapat menempati derajat
yangsetinggi itu." Ini adalah kata-kata yang disebutkan untuk menyatakan
tawadhu' yakni merendahkan diri. Hal ini telah saya (Imam an-Nawawi)
kupas maknanya dalam syarah kitab Shahih Muslim. Wallaahu a'lam.
[19]Kata-kata sedemikian itu diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. sebagai tanda merendahkan diri.
Nomor: 203
Dari
Abu Khubaib, dengan dhammahnya kha' mu'jamah, yaitu Abdullah bin Zubair
radhtallahu 'anhuma, katanya: "Ketika Zubair berdiri - menghadapi musuh
- di waktu hari perang Jamal - antara sesama kaum Muslimin yakni
pasukan Ali رضي الله عنه dan Aisyah رضي الله عنها
yang saat itu mengendarai unta, maka disebut perang Jamal - Zubair
memanggil saya lalu sayapun berdiri didekatnya. fa berkata: "Hai anakku,
sesungguhnya saja pada hari ini tidak ada seorangpun yang terbunuh,
melainkan ia adalah seorang yang menganiaya atau seorang yang dianiaya -
dan bahwasanya aku merasakan bahwa aku akan dibunuh pada hari ini
sebagai seorang yang dianiaya - karena membela yang benar dan ia ada di
barisan Ali رضي الله عنه [20].
Sesungguhnya salah satu daripada kedukaanku yang terbesar adalah
hutangku. Adakah engkau menyangka bahwa hutangku itu akan masih dapat
meninggalkan sesuatu harta kita? - maksudnya karena amat banyak sekali,
maka apakah kiranya masih ada yang tertinggal jikalau semua itu
digunakan untuk melunasinya,"
Zubair
melanjutkan ucapannya: "Hai anakku, jual sajalah harta kita itu dan
lunasilah seluruh hutangku." Zubair mewasiatkan dengan sepertiga,dan
sepertiga dari sepertiga diperuntukkan anak-anak Abdullah - yakni bahwa
yang diwasiatkan untuk anak-anaknya Abdullah bin Zubair ialah
sepertiganya sepertiga (sepersembilan).
Zubair
berkata: "Jikalau ada kelebihan dari harta kita - setelah digunakan
melunasi hutangnya, maka yang sepertiganya sepertiga adalah untuk
anak-anakmu."
Hisyam
berkata: "Anak Abdullah itu ada yang menentang -tidak sesuai dalam
sesuatu hal - kepada anak-anaknya Zubair, yakni Khubaib dan 'Abad,
sedang Zubair pada hari itu mempunyai sembilan orang anak lelaki dan
sembilan orang anak perempuan." Abdullah bin Zubair berkata: "Maka
mulailah Zubair mewasiatkan kepadaku perihal hutangnya dan ia berkata:
"Hai anakku, jikalau engkau merasa lemah untuk melaksanakan sesuatu
daripada melunasi hutang itu - artinya tidak ada lagi harta untuk
mencukupinya maka mintalah pertolongan kepada Yang menguasai diriku?"
Abdullah berkata: "Demi Allah, saya tidak mengerti sama sekali apa yang
dimaksudkan olehnya - dengan kata-kata yang menguasainya itu, maka saya
berkata: "Hai ayahku, siapakah yang menguasai ayah ini?" Ia berkata:
"Yaitu Allah." Abdullah berkata: "Maka demi Allah, tiada satu waktupun
saya merasa jatuh dalam kedukaan karena memikirkan hutang ayah itu,
melainkan saya tentu berkata: "Wahai Yang menguasai Zubair, tunaikanlah
hutang Zubair ini!" Maka Tuhan menunaikannya.
Abdullah
berkata: "Selanjutnya Zubair terbunuh - dalam peperangan - dan ia tidak
meninggalkan sedinar atau sedirhampun melainkan ada beberapa bidang
tanah, di antaranya ialah Ghabah - sebidang tanah yang terkenal namanya
di dekat Madinah, yakni di sebelah utaranya, sebeias buah rumah di
Madinah, dua buah rumah di Bashrah dan sebuah rumah di Kufah, juga
sebuah rumah di Mesir."
Abdullah
berkata: "Sebenarnya saja sebabnya Zubair mempunyai hutang itu ialah
karena apabila ada seorang lelaki datang padanya dengan membawa harta,
lalu harta itu dimaksudkan olehnya akan dititipkan kepada Zubair, tetapi
Zubair lalu berkata: "Jangan dititipkan, tetapi bolehlah itu menjadi
pinjaman saja, karena sesungguhnya saya sendiri takut kalau harta itu
hilang. Zubair tidak pernah menjabat sebagai penguasa negara sama
sekali, tidak pula pernah mengusahakan pengulahan tanah ataupun
memperoleh hasil pertanian, bahkan tidak pernah juga bekerja sesuatu
apapun, melainkan ia pernah mengikuti peperangan beserta Rasulullah صلی الله عليه وسلم
atau bersama Abu Bakar, Umar atau Usman radhiallahu 'anhum - dan dengan
demikian memperoleh bagian harta rampasan perang atau ghanimah."
Abdullah
berkata: "Kemudian saya menghitung hutang yang menjadi tanggungannya.
lalu saya dapatkan itu adalah sebanyak dua juta duaratus ribu - dirham."
Hakim
bin Hizam lalu menemur Abdullah bin Zubair dan berkata: "Hai anak
saudaraku, berapa jumlahnya hutang yang menjadi tanggungan
saudaraku-yakni Zubair - itu?" Saya -Abdullah - menyembunyikannya jumlah
itu dan saya berkata: "Seratus ribu." Hakim berkata: "Demi Allah, saya
mengira bahwa hartamu tidak akan mencukupi untuk melunasr hutang
sebanyak itu." Abdullah berkata: "Kalau begitu, bagaimana pengiraanmu,
jikalau hutangnya yang sebenarnya itu ada duajuta duaratus ribu?" Ia
berkata: "Saya kira, anda tidak akan kuat melunasi itu semua, tetapi
jikalau anda merasa lemah - kesukaran - untuk melunasi sesuatu dari
hutang Zubair itu, hendaklah meminta pertolongan padaku."
Abdullah
berkata:"Zubair itu pernah membeli tanah Ghabah dengan harga seratus
tujuhpuluh ribu." Tanah Ghabah lalu dijual oleh Abdullah dengan harga
sejuta enam ratus ribu, kemudian ia berkata - kepada umum -:
"Barangsiapa yang merasa memberikan hutang kepada Zubair, hendaklah suka
kamu lunasi dengan perhitungan harga tanah Ghabah." Kemudian datanglah
Abdullah bin Ja'far dan ia pernah memberi hutang kepada Zubair sebanyak
empat ratus ribu. Abdullah bin Ja'far berkata kepada Abdullah bin
Zubair: "Jikalau anda suka, hutang itu saya tinggalkan untuk anda -
yakni tidak usah dikembalikan." Abdullah bin Zubair berkata:
'Tidak-yakni hutang itu akan dilunasi." Abdullah bin Ja'far berkata:
'Sekiranya anda suka, pelunasan itu hendak anda belakangkan juga boleh
anda belakangkan - yakni tidak tergesa-gesa dikembalikan." Abdullah bin
Zubair menjawab: "Jangan - yakni akan segera dilunasi." Katanya lagi:
"Kalau begrtu., potongkan sajalah sebahagian dari tanah Ghabah itu!"
Abdullah bin Zubair berkata: "Untuk anda ialah tanah dari batas ini
sampai ke batas itu." Dengan demikian Abdullah bin Zubair telah menjual
sebagian tanah Ghabah itu dan ia melunasi sebagian hutang ayahnya.
Kini
yang tertinggal ialah empat setengah bagian. Ia datang kepada Mu'awiyah
dan di sisinya terdapatlah Amr bin Usman, Mundzir bin Zubair dan Ibnu
Zam'ah. Mu'awiyah bertanya padanya: "Berapa diperkirakan harga tanah
Ghabah itu?" Abdullah berkata: "Tiap sebagian berharga seratus ribu." Ia
bertanya pula: "Kini tinggal berapa bagiannya." Jawabnya: "Empat
setengah bagian." Mundzir bin Zubair berkata: "Baiklah, untuk saya ambil
satu bagiannya dengan harga seratus ribu." Amr bin Usman juga berkata:
"Saya ambil satu bagiannya pula dengan harga seratus ribu." Ibnu Zam'ah
juga berkata: "Saya ambil satu bagiannya dengan harga seratus ribu."
Selanjutnya Mu'awiyah berkata: "Berapa bagian kini yang tertinggal?"
Jawabnya: "Satu setengah bagian." Ia berkata: "Baiklah, saya ambil satu
setengah bagian dengan harga seratus limapuluh ribu."
Abdullah bin Zubair berkata: "Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga enamratus ribu."
Setelah
Abdullah bin Zubair menyelesaikan pelunasan hutang ayahnya, lalu anak-
anaknya Zubair berkata: "Bagikanlah bagian warisan kita masing-masing."
Tetapi Abdullah bin Zubair menjawab: "Demi Allah, saya tidak akan
membagi-bagikan itu antara engkau semua, sehingga saya memberitahukan
secara umum pada setiap musim, yakni selama empat tahun,yaitu dengan
ucapan: "Ingatlah, barangsiapa yang pernah memberikan hutang kepada
Zubair, hendaklah datang di tempat kita dan kita akan melunasinya."
Demikianlah setiap tahunnya padawaktu musim haji itu diumumkan
pemberitahuannya.
Setelah
selesai empat tahun, lalu harta warisan itu dibagi-bagikan antara anak-
anaknya Zubair dan dikurangi sepertiganya. Zubair ketika wafatnya
mempunyai empat orang isteri, maka setiap isteri itu memperoieh sejuta
duaratus ribu. Jadi semua harta Zubair itu ialah limapuluh juta duaratus
ribu. (Riwayat Bukhari)
[20]Imam
Ibnul Tin berkata: "Sebabnya ada yang dianggap penganiaya atau
teraniaya, karena dua pihak seagama yang berperang itu ada yang termasuk
golongan sahabat-5ahabat Nabi صلی الله عليه وسلم
yang dengan ikhlas hendak membela kebenaran kemudian terbunuh, Inilah
yang dianggap orang yang teraniaya. Ada pula golongan yang bukan
termasuk sahabat Nabi صلی الله عليه وسلم
yang dapat membunuh lawannya, sedang tujuan ikut berperang hanyalah
semata-mata mengharapkan harta dunia. Maka itulah yang dianggap
penganiaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar