Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi صلی الله عليه وسلم lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah seorang yang sedang dalam kesengsaraan." Beliau صلی الله عليه وسلم
menyuruh ke tempat sebagian isteri-isterinya - untuk meminta sesuatu
yang hendak disedekahkan, lalu isteri-isterinya itu berkata: "Demi Zat
yang mengutus Tuan dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan
air." Kemudian beliau صلی الله عليه وسلم
menyuruh lagi ke tempat isterinya yang lain, maka yang inipun
mengatakan sebagaimana di atas itu. Jadi mereka itu semuanya mengatakan
seperti itu pula, yaitu: "Tidak ada, demi Zat yang mengutus Tuan dengan
benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Beliau صلی الله عليه وسلم
lalu bersabda: - kepada sahabat-sahabatnya: "Siapakah yang akan membawa
orang ini sebagai tamunya pada malam ini?" Seorang lelaki dari golongan
Anshar berkata: "Saya, ya Rasulullah." Orang itu berangkat dengan
tamunya ke tempat kediamannya, lalu berkata kepada isterinya:
"Muliakanlah tamu Rasulullah صلی الله عليه وسلم ini."
Dalam
riwayat lain disebutkan: "Orang itu berkata kepada isterinya: "Apakah
engkau mempunyai sesuatu jamuan?" Isterinya menjawab: "Tidak ada,
kecuali makanan untuk anak- anakku." Lelaki itu berkata pula: "Buatlah
sesuatu sebab kepada anak-anak itu dengan sesuatu - sehingga terlupa
dari makan malamnya. Jadi kalau sudah waktunya mereka makan malam, maka
tidurkanlah mereka. Jikalau tamu kita telah masuk rumah, lalu
padamkanlah lampunya dan perhatikanlah padanya bahwa kita juga makan.
Demikianlah lalu mereka duduk-duduk - yakni tuan rumah dengan tamunya,
tamu itupun makan dan keduanya- lelaki dan isterinya -semalam itu dalam
keadaan perut kosong.
Ketika menjelang pagi harinya, orang itu - yang menjadi tuan rumah - pergi kepada Nabi صلی الله عليه وسلم - untuk menerangkan peristiwa malam harinya - lalu beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Benar-benar Allah menjadi heran dari kelakuanmu berdua -suami-isteri - terhadap tamumu tadi malam itu." [53](Muttafaq 'alaih)
[53]
Menurut penafsiran al-Qadhi 'lyadh, yaitu bahwa yang dimaksudkan dengan
"keheranan Allah Ta'ala" itu ialah keridhaanNya terhadap perbuatan
suami-isteri tersebut, atau akan diberi balasan pahala yang berlipat
ganda, tetapi dapat pula berarti bahwa Allah amat mengagungkan perilaku
mereka. Namun demikian dapat juga diartikan bahwa yang menjadi keheranan
terhadap kelakuan kedua suami-isteri itu ialah para malaikatnya Allah,
tetapi disebutkannya bahwa "Allah yang menjadi heran" itu semata-mata
sebagai tanda kemuliaan yang dilimpahkan kepada tuan rumah dan isterinya
di atas.
Nomor: 562
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه pula, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Makanan untuk dua orang itu cukup untuk tiga orang dan makanan tiga orang itu cukup untuk empat orang." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim dari Jabir رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sabdanya:
"Makanan
seorang itu cukup untuk dua orang dan makanan dua orang itu cukup untuk
empat orang, sedang makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang."
Nomor: 563
Dari Abu Said al-Khudri رضي الله عنه, katanya: "Pada suatu ketika kita semua dalam bepergian bersama Nabi صلی الله عليه وسلم,
tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan menaiki kendaraannya, lalu
mulailah ia menengokkan wajahnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian
bersabdalah Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
"Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan - yakni lebih dari apa
yang diperlukannya sendiri, hendaklah bersedekah dengan kelebihannya itu
kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa yang
mempunyai kelebihan bekal makanan, maka hendaklah bersedekah kepada
orang yang tidak mempunyai bekal makanan apa-apa." Selanjutnya beliau صلی الله عليه وسلم
menyebutkan berbagai macam harta benda dengan segala apa saja yang
dapat disebutkan, sehingga kita semua mengerti bahwa tidak seorangpun
dari kita semua itu yang mempunyai hak dalam apa-apa yang kelebihan -
sebab segala macam yang merupakan kelebihan diperintahkan untuk
disedekahkan." (Riwayat Muslim)
Nomor: 564
Dari Sahal bin Sa'ad رضي الله عنه bahwasanya ada seorang wanita datang kepada Nabi صلی الله عليه وسلم
dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu
berkata: "Saya sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk saya
berikan kepada Tuan agar Tuan gunakan sebagai pakaian." Nabi صلی الله عليه وسلم
mengambilnya dan memang beliau membutuhkannya. Beliau keluar pada kita
dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang berkata:
"Berikanlah burdah itu untuk saya pakai, alangkah baiknya." Beliau صلی الله عليه وسلم bersabda: "Baiklah." Selanjutnya Nabi صلی الله عليه وسلم
duduklah dalam suatu majlis lalu burdah tadi dilipatnya kemudian
dikirimkan kepada orang yang memintanya tadi. Kaum - para sahabat -
berkata kepada yang meminta itu: "Alangkah baiknya perbuatanmu itu.
Burdah itu dipakai oleh Nabi صلی الله عليه وسلم,
sedangkan beliau membutuhkan untuk dipakainya dan engkau juga tahu
bahwa beliau itu tidak akan menolak permintaan siapapun yang
memintanya." Orang tadi menjawab: "Sesungguhnya saya, demi Allah,
tidaklah saya memintanya itu karena saya membutuhkannya, hanyasanya saya
memintanya tadi ialah untuk saya jadikan kafanku - yakni kalau
meninggal dunia."Sahal - yang meriwayatkan Hadis ini -berkata: "Maka
burdah tersebut sungguh-sungguh dijadikan kafannya." (Riwayat Bukhari)
Nomor: 565
Dari Abu Musa رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bersabda:
"Sesungguhnya
kaum Asy'ariyin itu apabila habis bekal-bekalnya dalam sesuatu
peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di
Madinah, maka mereka sama mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai
dalam selembar kain pakaian, lalu mereka bagi-bagikanlah itu antara
sesama mereka dalam ukuran satu wadah dengan sama rata. Mereka itu
adalah termasuk golonganku dan saya termasuk golongan mereka pula."
(Muttafaq 'alaih)
Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah mendekati kehabisannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar