Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Sesungguhnya
apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun
jelas pula. Di antara kedua macam hal itu - yakni antara halal dan
haram - ada beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau serupa yakni
tidak jelas halal dan haramnya.Tidak dapat mengetahui apa-apa yang
syubhat itu sebagian besar manusia. Maka barangsiapa yang menjaga
dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah melepaskan
dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta
kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam
kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana
halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang
terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi.
Ingatlah
bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah
bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan
olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpa! darah
beku, apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila
benda ini rusak - jahat, maka rusak - jahat - pulalah seluruh badan.
Ingatlah bahwa benda itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih)
Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadis di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.
Nomor: 586
Dari Anas رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم menemukan sebiji buah kurma di jalanan, lalu beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Andaikata
saya tidak takut bahwa kurma ini termasuk golongan benda sedekah,
pastilah saya akan memakannya." Suatu tanda sangat berhati-hatinya
beliau صلی الله عليه وسلم dalam hal yang syubhat. (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 587
Dari an-Nawwas bin Sam'an رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم,
sabdanya: "Kebajikan ialah baiknya budipekerti dan dosa ialah apa-apa
yang engkau rasakan bimbang dalam jiwamu dan engkau tidak suka kalau hal
itu diketahui oleh orang banyak." (Riwayat Muslim)
Nomor: 588
Dari Wabishah bin Ma'bad رضي الله عنه, katanya: "Saya mendatangi Rasulullah صلی الله عليه وسلم, lalu beliau bersabda: "Engkau datang ini hendak menanyakan perihal kebajikan?" Saya menjawab: "Ya." Beliau صلی الله عليه وسلم
lalu bersabda lagi: "Mintalah fatwa - keterangan atau pertimbangan -
pada hatimu sendiri. Kebajikan itu ialah yang jiwa itu menjadi tenang
padanya - di waktu melakukan dan setelah selesainya, juga yang hatipun
tenang pula merasakannya,sedang dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan
bimbang dalam jiwa serta bolak-balik -yakni ragu-ragu - dalam dada -
hati, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu; yah,
sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad dan ad-Darimi dalam kedua musnadnya.
Penjelasan:
Dua Hadis di atas itu menegaskan apa yang disebut kebajikan dan apa yang disebut dosa itu.
Kebajikan ialah:
1. Budipekerti yang baik.
2.
Juga sesuatu yang dirasa tenteram dalam jiwa dan tenang dalam hati.
Untuk mengetahui ini cukuplah bertanya kepada hati kita sendiri.
Misalnya berkata jujur, bagaimanakah hati kita setelah melakukannya?
Tenang bukan. Nah, itulah kebajikan. Tetapi berkata dusta, tenangkah
jiwa kita setelah melakukannya? Pasti tidak, sebab takut ketahuan orang
kedustaannya itu. Nah, tentu itu bukan kebajikan tetapi kejahatan dan
dosa.
Selanjutnya yang disebut kejahatan dan dosa itu ialah:
1.
Sesuatu yang membekas dalam hati yakni setelah melakukannya, hati itu
selalu mengangan-angankan akibat yang buruk dari kelakuan tadi itu,
jelasnya hati senantiasa gelisah kalau kelakuannya tadi diketahui oleh
orang lain. Misalnya menipu, merampas hak orang, berbuat zalim dan
penganiayaan, tidak jujur, memalsu dan Iain-Iain sebagainya.
2.
Sesuatu yang kecuali membekas dalam jiwa, juga hati sudah bimbang dan
ragu- ragu di saat melakukannya itu, sebab kalau ketahuan orang, tentu
akan mendapatkan hukuman, berat atau ringan, misalnya mencuri, membunuh
dan Iain-Iain lagi.
3.
Sesuatu yang ditakutkan kalau diketahui orang lain, baik takut akan
menjadi malu, sebab apa yang dilakukan itu merupakan hal yang tercela di
kalangan masyarakat atau takut jatuh namanya, takut hukumannya dan
Iain-Iain.
Rasulullah صلی الله عليه وسلم
menandaskan perihal kejahatan dan dosa itu dengan diberi tambahan
kalimat: "Sekalipun orang-orang lain sama memfatwakan itu padamu serta
membenarkan tindakanmu itu." Artinya sekalipun banyak yang mendukung
tindakanmu dan banyak pembelamu serta semuanya menyetujui, tetapi kalau
sifatnya membekas dalam hati dan meragu-ragukan, itulah suatu tanda
bahwa apa yang kamu lakukan itu suatu kejahatan atau dosa. Soal orang
yang memberikan fatwa itu belum tentu benar, mungkin orang itu hanya
menginginkan supaya kamu banyak menghadiahkan sesuatu padanya atau
menginginkan kepangkatan kalau justeru kamu sebagai pemegang kekuasaan
atau fatwanya itu hanya ditilik dari segi lahiriyahnya saja, sedang yang
terkandung dalam hatimu tidak atau belum diketahui olehnya. Oleh sebab
itu, tepatlah kalau Rasulullah صلی الله عليه وسلم mengingatkan kita agar kita lebih-lebih mengutamakan untuk meminta fatwa atau keterangan dari hati kita sendiri.
Nomor: 589
Dari Abu Sirwa'ah - dengan kasrahnya sin muhmalah - yaitu 'Uqbah bin al-Harits رضي الله عنه
bahwasanya ia mengawini anak perempuannya Abu Ihab bin 'Aziz. Kemudian
datanglah seorang wanita, lalu berkata: "Sesungguhnya saya benar-benar
telah menyusui 'Uqbah serta perempuan yang dikawin olehnya itu - jadi
keduanya adalah saudara sesusuan yang haram menjadi suami isteri."
Kemudian 'Uqbah berkata kepada wanita tadi: "Saya tidak mengerti bahwa
anda telah menyusui saya dan anda tidak pernah memberitahukan hal itu
padaku." 'Uqbah lalu menaiki kendaraan untuk menuju kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم di Madinah, kemudian menanyakan perkara itu padanya. Rasulullah صلی الله عليه وسلم
lalu bersabda: "Bagaimana lagi, sedangkan persoalan sudah dikatakan
demikian." Selanjutnya 'Uqbah lalu menceraikan isterinya itu dan
mengawini wanita lain lagi. (Riwayat Bukhari)
Nomor: 590
Dari al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya hafal sesuatu sabda dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم: "Tinggalkanlah apa-apa yang meragu-ragukan padamu untuk beralih kepada apa-apa yang tidak meragu-ragukan padamu."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
Artinya
ialah: Tinggalkanlah apa-apa yang engkau merasa bimbang untuk
dilaksanakan dan ambil sajalah apa-apa yang engkau tidak merasa bimbang
samasekali dalam melaksanakannya.
Penjelasan:
Hal-hal yang meragu-ragukan itu pada umumnya ada dua macam, yaitu:
1.
Meragu-ragukan karena dipandang dari segi hukumnya seperti
barang-barang yang hukumnya syubhat (tidak jelas perihal halal atau
haramnya).
2. Meragu-ragukan karena dipandang dari akibatnya seperti sesuatu usaha atau tindakan.
Kalau
yang pertama memang sebaiknya kita tinggalkan saja dan beralih kepada
yang tidak meragu-ragukan. Tetapi kalau yang kedua wajiblah kita tinjau
dahulu, yaitu sekiranya hati kita yakin akan kebenaran usaha atau
tindakan kita itu, maka keragu-raguan wajiblah dilenyapkan dan usaha
atau tindakan itu wajib dilaksanakan terus. Misalnya dalam cita-cita
menegakkan Agama Islam di atas bumi ini, terutama di tanahair sendiri,
lalu kita ragu-ragu kalau tidak berhasil, banyak yang menentangnya,
badan dapat sengsara sebab disiksa, dipenjarakan dan Iain-Iain. Maka
keragu-raguan semacam ini, bukanlah pada tempatnya. Orang yang
meragu-ragukan semacam ini, sama halnya dengan orang yang ingin
menyeberangi jalan, tetapi takut tertubruk mobil atau ingin makan
durian, tetapi takut tercocok durinya. Jadi keragu-raguan tersebut wajib
dilenyapkan dari sanubari setiap kaum mu'minin, sebab keragu-raguan itu
tidak sewajarnya.
Nomor: 591
Dari Aisyah رضي الله عنها, katanya: "Abu Bakar as-Shiddiq رضي الله عنه
itu mempunyai seorang hambasahaya lelaki yang mengeluarkan - memberikan
- kepadanya pendapatan wajibnya -alkharaj. Abu Bakar makan dari hasil
kharaj tadi. Pada suatu hari hambasahaya itu datang padanya dengan
membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar juga memakannya. Selanjutnya
hambasahaya itu berkata pada Abu Bakar: "Adakahandatahu, hasil dari
apakah ini?" Abu Bakar bertanya: "Hasil apa ini?" Ia menjawab: "Dahulu
pada zaman jahiliyah saya memberikan sesuatu ramalan pada seseorang,
padahal saya sendiri sebenarnya tidak pandai dalam persoalan kahanah -
pendukunan - itu, melainkan saya hanyalah menipunya belaka. Tadi ia
menemui saya lalu memberikan pada saya sesuatu yang anda makan itu. Abu
Bakar lalu memasukkan tangannya -dalam kerongkongannya, lalu memuntahkan
segala sesuatu yang ada dalam perutnya." (Riwayat Bukhari)
Alkharaj
ialah sesuatu yang ditetapkan oleh seseorang tuan -pemilik - kepada
hambasahayanya untuk memberikan hasil yang ditetapkan tadi kepada
tuannya setiap hari, sedangkan sisa dari hasil kerjanya itu untuk
hambasahaya itu sendiri.
Nomor: 592
Dari Nafi' bahwasanya Umar رضي الله عنه
menentukan untuk kaum muhajirin yang pertama-tama sebanyak empat ribu -
dirham setahun, ia juga menetapkan untuk anaknya sendiri - yang juga
termasuk kaum muhajirin yang pertama-tama - sebanyak tigaribu limaratus.
Ia ditanya; "Ia adalah termasuk kaum muhajirin, mengapa engkau kurangi
pemberiannya?" Umar berkata: "Hanyasanya kedua orang tuanyalah yang
berhijrah dengan membawanya serta." Umar menyambung ucapannya lagi,
yaitu: "Jadi ia tidaklah dapat disamakan seperti orang yang berhijrah
dengan dirinya sendiri." (Riwayat Bukhari)
Nomor: 593
Dari Athiyyah bin 'Urwah as-Sa'di as-Shababi رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Seseorang hamba itu belum sampai kepada tingkat menjadi
orang yang termasuk kaum yang bertaqwa, sehingga ia suka meninggalkan
sesuatu yang tidak ada larangannya karena takut kalau-kalau dalam ha!
itu ada larangannya - yaitu hal-hal yang syubhat."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar