Dari Abu Musa رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Seorang mu'min terhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai
bangunan yang sebagiannya mengokohkan kepada bagian yang lainnya," dan
beliau صلی الله عليه وسلم menjalinkan antara jari-jarinya." (Muttafaq 'alaih)
Penjelasan:
Dalam menguraikan Hadis di atas. Imam al-Qurthubi berkata sebagai berikut:
"Apa yang disabdakan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم
itu adalah sebagai suatu tamsil perumpamaan yang isi kandungannya
adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agar seorang mu'min itu
selalu memberikan pertolongan kepada sesama mu'minnya, baik per-
tolongan apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu
kemungkaran), Ini adalah suatu perintah yang dikokohkan yang tidak boleh
tidak, pasti kita laksanakan.
Perumpamaan
yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang tidak mungkin
sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau digunakan,
melainkan wajiblah yang sebagian dari bangunan itu mengokohkan dan
erat-erat saling pegang- memegang dengan yang bagian lain. Jikalau tidak
demikian, maka bagian-bagian dari bangunan itu pasti berantakan
sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payah didirikan.
Begitulah
semestinya kaum Muslimin dan mu'minin antara yang seorang dengan yang
lain, antara yang sekelompok dengan yang lain, antara yang satu bangsa
dengan yang lain. Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, baik dalam
urusan keduniaan, keagamaan dan keakhiratan, melainkan dengan saling
tolong-menolong, bantu-membantu serta kokoh- mengokohkan. Manakala
hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik, maka jangan
diharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang
akan terjadi, yakni kelemahan seluruh ummat Islam, tidak dapat mencapai
kemaslahatan yang sesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan
musuh-musuhnya ataupun menolak bahaya apapun yang menimpa tubuh kaum
Muslimin secara keseluruhan. Semua itu mengakibatkan tidak sempurnanya
ketertiban dalam urusan kehidupan duniawiyah, juga urusan diniyah
(keagamaan) dan ukhrawiyah. Malahan yang pasti akan ditemui ialah
kemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi serta bencana yang tiada
habis-habisnya.
Nomor: 224
Dari Abu Musa رضي الله عنه juga, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa
yang berjalan di sesuatu tempat dari masjid-masjid kita atau
pasar-pasar kita sedang ia membawa anak-anak panah, maka hendaklah
memegang atau menutupi ujung-ujungnya dengan tapak tangannya, sebab
dikuatirkan akan mengenai seseorang dari kaum Muslimin dengan sesuatu
yang dibawanya tadi." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 225
Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Perumpamaan
kaum Mu'minin dalam hal saling sayang-menyayangi, saling kasih-
mengasrhi dan saling iba-mengibai itu adalah bagaikan sesosok tubuh.
Jikalau salah satu anggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka
tertarik pula seluruh tubuh - karena ikut merasakan sakitnya - dengan
berjaga - tidak tidur - serta merasa panas." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 226
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, katanya: "Nabi صلی الله عليه وسلم mencium al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma dan di dekat beliau صلی الله عليه وسلم
itu ada seorang bernama al-Aqra' bin Habis, lalu al-Aqra'berkata: "Saya
ini mempunyai sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium
seseorangpun dari mereka itu." Rasulullah صلی الله عليه وسلم
lalu memperhatikan orang itu, kemudian bersabda: "Barangsiapa yang
tidak menaruh belas kasihan - kepada sesamanya, maka tidak drbelas
kasihani - oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 227
Dari Aisyah رضي الله عنها, katanya: "Ada beberapa orang dari kalangan A'rab - Arab pedalaman - datang kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم, lalu mereka berkata: "Adakah Tuan suka mencium anak-anak Tuan?" Beliau صلی الله عليه وسلم menjawab: "Ya." Mereka berkata: "Tetapi kita semua ini, demi Allah tidak pernah mencium anak-anak itu." Kemudian Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Adakah saya dapat mencegah sekiranya Allah telah mencabut
sifat belas kasihan itu dari hatimu semua." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 228
Dari Jarir bin Abdullah, رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa
yang tidak menaruh belas-kasihan kepada sesama manusia, maka Allah juga
tidak menaruh belas-kasihan padanya." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 229
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Jikalau
seseorang dari engkau semua bersembahyang menjadi imamnya orang banyak,
maka hendaklah meringankannya, sebabdi kalangan para makmum itu ada
orang lemah, ada orang sakit dan ada pula yang berusia tua. Tetapi
jikalau bersembahyang sendirian -munfarid, maka hendaklah
memperpanjangkan shalatnya itu sekehendak hatinya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam
riwayat lain disebutkan: "Di kalangan makmum itu juga ada orang yang
mempunyai keperluan - yang hendak segera diselesaikan."
Nomor: 230
Dari Aisyah رضي الله عنها, katanya: "Sesungguhnya saja Rasulullah صلی الله عليه وسلم
itu niscaya meninggalkan - tidak melakukan -suatu amalan,sedangkan
beliau amat suka mengerjakan amalan itu dan ditinggalkannya tadi adalah
karena takut kalau orang-orang akan mengamalkan itu, sehingga akan
menyebabkan diwajibkannya amalan tersebut atas mereka." (Muttafaq
'alaih)
Nomor: 231
Dari Aisyah رضي الله عنها juga, katanya: "Nabi صلی الله عليه وسلم
melarang para sahabat melakukan puasa wishal - tidak berbuka dalam
malam hari puasa, sehingga dua hari puasa dijadikan satu dan terus
berpuasa saja. Larangan ini adalah karena belas-kasihan kepada mereka.
Para sahabat bertanya: "Sesungguhnya Tuan sendiri suka berpuasa wishal."
Beliau صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidaklah seperti keadaanmu semua,
karena sesungguhnya saya ini diberi makan serta minum oleh Tuhanku."
(Muttafaq 'alaih)
Artinya ialah: Saya itu diberi kekuatan seperti orangyang makan dan minum.
Nomor: 232
Dari Abu Qatadah yaitu al-Harits bin Rib'i رضي الله عنه katanya:
"Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Sesungguhnya
saya berdiri untuk bersembahyang dan saya bermaksud hendak
memperpanjangkannya, kemudian saya mendengar tangisnya seorang anak
kecil, lalu saya peringankan shalatku itu karena saya tidak suka membuat
kesukaran kepada ibunya." (Riwayat Bukhari)
Nomor: 233
Dari Jundub bin Abdullah رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa
yang bersembahyang Subuh, maka ia adalah di dalam tanggungan Allah,
maka itu janganlah sampai Allah itu menuntut kepadamu semua dengan
sesuatu dari tanggunganNya - maksudnya jangan sampai mengerjakan
kemaksiatan, jangan sampai meninggalkan shalat Subuh, juga shalat-shalat
fardhu yang lain, apalagi kalau ditambah dengan mengerjakan berbagai
kemungkaran, kemaksiatan dan lain-lain lagi, [23] sebab kalau
demikian, maka lenyaplah ikatan janji untuk memberikan tanggungan
keamanan dan lain- lain antara engkau dengan Tuhanmu itu."
Sebab
sesungguhnya barangsiapa yang dituntut oleh Allah dari sesuatu
tanggunganNya, tentu akan dicapainya - yakni tidak mungkin terlepas -
kemudian Allah akan melemparkannya atas mukanya dalam neraka Jahanam."
(Riwayat Muslim)
[23]Jadi
yang sudah bersembahyang Subuh dan dengan sendirinya mengerjakan shalat
fardhu lain-lain yang diwajibkan yaitu dengan Subuhnya sekali berjumlah
lima waktu itu, jangan sampai berbual sesuatu keburukan yang berupa
apapun. Sebabnya ialah dengan berbuat keburukan yang bagaimanapun
macamnya adalah sebagai suatu penghinaan pada shalatnya sendiri yang
semestinya dapat mencegah segala kejahatan dan kemungkaran. Oleh sebab
itu besar sekali siksaan Allah padanya, jika orang yang sudah
bersembahyang itu masih juga berani melakukan hal-hal yang berdosa itu.
Penjelasan:
Uraian yang tertera di atas itu adalah penafsiran menurut Imam at-Thayyibi.
Ada pendapat lain dari sebagian para alim ulama menyatakan bahwa maksud Hadis itu ialah:
Jangan
sampai kamu semua mengerjakan sesuatu yang sifatnya sebagai gangguan
kepada orang yang selalu mengerjakan shalat subuh itu dan dengan
sendirtnya juga shalat- shalat fardhu yang lain, sekalipun gangguan itu
tampaknya remeh atau tidak berarti.
Dalam Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim ialah bahwa yang dikerjakan itu adalah shalat Subuh dengan berjamaah.
Dari kedua macam pendapat di atas, kita dapat menarik kesimpulan, iaitu:
(a)
Seruan keras kepada kita sekalian kaum Muslimin, agar jangan
sekali-kali kita meninggalkan atau melalaikan shalat lima waktu, agar
kita senantiasa memperoleh rahmat Allah Ta'ala dan tiada seorangpun yang
berani mengganggu kita, karena Allah telah memberikan jaminan
sedemikian itu kepada kita.
(b)
Kita yang sudah mengenal kepada seseorang yang keadaan dan sifatnya
sebagaimana di atas, jangan sekali-kali kita ganggu, baik dengan lisan
atau perbuatan, dengan sengaja atau tidak, juga secara senda-gurau atau
tidak. Ringkasnya orang tersebut wajib kita hormati, kita muliakan dan
kita ikut melindungi keselamatannya dari perbuatan orang lain yang
hendak mengganggunya, sebab ia telah berada dalam jaminan Allah Ta'ala
dan menjadi tanggunganNya, untuk mendapatkan ketenteraman, keselamatan
dan kesejahteraan.
(c)
Orang yang berani mengganggu orang sebagaimana di atas itu, berarti
menghina pada jaminan atau dzimmah Allah Ta'ala yang telah diberikan
kepadanya dan oleh sebab itu maka patutlah apabila dilemparkan saja
nanti di akhirat dalam neraka dalam keadaan tertelungkup yakni mukanya
di bawah.
Betapa
besar meresapnya Hadis di atas itu dalam kalbu kaum Muslimin, dapatlah
kami kutipkan sebagian keterangan yang ditulis oleh Imam as-Sya'rani
dalam kitab al-Haudh, demikian intisarinya:
"Di
zaman Bani Umayyah memerintah kaum Muslimin, yaitu sepeninggalnya
Khulafa' Rasyidin, ada seorang gubernur yang diangkat oleh mereka untuk
memerintahdan mengamankan daerah Kufah dan sekitarnya. Gubernur tersebut
bernama al-Hajjaj yang terkenal kejam, zalim dan bengis. Banyak
alim-ulama yang ia bunuh secara teraniaya atau perintahnya. Namun
demikian, manakala ada orang yang dicurigai hendak melawan atau
menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah dan orang itu sudah menghadap di
mukanya sesudah dipanggil, biasanya al-Hajjaj bertanya kepadanya:
"Apakah anda tadi bersembahyang Subuh?" Jika dijawab: "Ya," maka orang
yang hendak dipenggal lehernya itu dilepaskan kembali. Al-Hajjaj amat
takut sekali terlaknat atau mendapatkan azab Allah, sebab ia tentunya
juga pernah membaca atau mendengar Hadis sebagaimana yang tersebut di
atas itu."
Kufah kini masuk Republik Irak.
Nomor: 234
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim lainnya.Janganlah ia menganiayanya, jangan pula menyerahkannya kepada musuhnya.
"Barangsiapa
memberi pertolongan akan hajat saudaranya, maka Allah selalu
menolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa memberi kelapangan kepada
seseorang Muslim dari sesuatu kesusahan, maka Allah akan melapangkan
orang itu dari sesuatu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari
kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela seseorang Muslim, maka Allah akan
menutupi cela orang itu pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 235
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Seorang
Muslim adalah saudaranya orang Muslim yang lain. Janganlah ia
berkhianat kepada saudaranya itu dan jangan pula mendustainya, juga
jangan menghinakannya - juga enggan memberikan pertolongan padanya bila
diperlukan. Setiap Muslim terhadap Muslim lainnya itu adalah haram
kehormatannya - tidak boleh dinodai, haram hartanya - tidak boleh
dirampas - dan haram darahnya - tidak boleh dibunuh tanpa dasar
kebenaran.
Ketaqwaan
itu di sini - dalam hati. Cukuplah seseorang itu menjadi orang jelek,
jikalau ia menghinakan saudaranya yang sama Muslimnya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Nomor: 236
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه pula, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Janganlah
engkau semua hasad-menghasad, jangan pula kicuh-mengicuh, jangan
benci-membenci, jangan seteru-menyeteru dan jangan pula setengah dari
engkau semua itu menjual atas jualannya orang lain. Dan jadilah hamba
Allah sebagai saudara.
Seorang
Muslim itu adalah saudara orang Muslim yang lain. Janganlah ia
menganiaya saudaranya, jangan merendahkannya dan jangan menghinakannya -
enggan memberikan pertolongan padanya. Ketaqwaan itu ada di sini - dan
beliau menunjuk ke arah dadanya sampar tiga kali. Cukuplah seseorang itu
menjadi orang jelek, jikalau ia menghinakan saudaranya sesama
Muslimnya. Setiap orang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu haram
darahnya, hartanya dan kehormatannya." (Riwayat Muslim)
Annaj-syu
atau mengicuh ialah apabila seseorang itu menambah harga sesuatu barang
dagangan lebih dari yang diumumkan di pasar atau lain-lain
sebagainya,sedangkan ia tidak ada keinginan hendak membelinya. Tetapi ia
berbuat demikian itu semata-mata akan menipu orang lain saja. Perbuatan
semacam ini haram hukumnya.
Tadabbur
ialah jikalau seseorang tidak menghiraukan orang lain, meninggalkan
berbicara dengannya dan menganggap orang itu sebagai benda yang ada di
belakang punggung atau duburnya.
Penjelasan:
Ada beberapa kelakuan buruk yang diperhatikan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم agar kita semua menjauhinya. Di antaranya ialah:
1. Hasad, dengki atau irihati.
2.
Mengicuh ialah mengatakan pada seseorang dengan harga tinggi atau
mengatakan bahwa ia telah menawar sekian, tetapi belum diberikan.
Padahal sebenarnya tidak dan berbuat sedemikian itu perlu menjerumuskan
orang lain agar suka membeli dengan harga tinggi itu dan ia sendiri akan
menerima sebagian keuntungan dari penjualannya itu nanti.
3. Benci-membenci.
4. Seteru-menyeteru.
5.
Menjual atas jualannya orang lain yakni seperti seorang pedagang yang
berkata kepada seorang pembeli: "Jangan jadi beli di sana dan saya
mempunyai barang yang mutunya lebih baik dan harganya lebih murah.
Belilah kepada saya saja."
Demikian
pula kalau ada seseorang yang berkata kepada seorang pedagang: "jangan
jadi dijual pada si A itu dan saya suka membeli itu dengan harga yang
lebih tinggi dari penawarannya."
Semua itu dilarang oleh beliau صلی الله عليه وسلم
Tidak lain kepentingannya agar kita sesama makhluk Allah ini dapat
hidup rukun dan damai. Hal ini bukan hanya untuk digunakan antara
seseorang menghadapi orang lain, tetapi juga antara golongan dengan
golongan lainnya, juga antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Kalau
saja ini dilaksanakan, rasanya tidak perlu lagi membicarakan bagaimana
perdamaian dunia dapat diciptakan, sebab masing-masing dapat menghormati
yang fainnya.
Jikalau
ajaran di atas itu harus digunakan untuk umum, tanpa pandang bulu,
kebangsaan, agama, faham peribadi dan lain-lain maka yang di bawah ini
ditekankan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم,
terutama sekali antara kita sesama ummat Islam, yaitu seorang Muslim
wajiblah menunjukkan sikap persaudaraan terhadap Muslim lainnya tanpa
memandang golongannya, bermazhab atau tidaknya, kepartaiannya dan
lain-lain lagi. Maka itu kita semua diperintah oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم jangan sampai melakukan:
(a) Menganiaya, lebih-lebih merampas haknya.
(b) Membiarkan kawannya, padahal memerlukan pertolongan, nasihat dan lain-lain sebagainya.
(c) Mendustai.
(d) Menghina.
Singkatnya semua itu wajib didasarkan kepada taqwallah yang ditunjukkan oleh beliau صلی الله عليه وسلم
bahwa letak taqwa itu bukan di bibir, bukan dengan pernyataan terbuka
atau tertulis, bukan dengan ucapan yang kosong melompong, tetapi
letaknya ialah di dalam hati lalu dicetuskan dalam tindakan yang nyata.
Oleh sebab itu dianggap demikian pentingnya, sehingga beliau صلی الله عليه وسلم
mengucapkan taqwa tadi dengan menunjukkan letaknya yaitu di dalam dada
atau hati dan itu diulanginya sampai tiga kali berturut-turut.
Akhirnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم
menegaskan bahwa seseorang itu cukup disebut orang jahat kalau sampai
menghinakan sesama Muslimnya dengan cara apapun juga seperti perkataan,
isyarat tangan, cibiran bibir dan lain-lain ataupun dengan dalih atau
alasan apapun.
Juga
antara seorang Muslim dengan Muslim lainnya itu sama sekali diharamkan
mengalirkan darahnya, merampas haknya atau merusak kehormatannya.
Kalau
saja ajaran agama ini tidak dilaksanakan, mustahillah kalau ummat Islam
akan dapat merebut kejayaannya sebagaimana nenek moyangnya dahulu.
Bukan mustahil lagi, tetapi yakin akan dapat diperoleh.
Ada satu hal yang perlu dimaklumi, sehubungan dengan larangan yang berbunyi:
"Jangan kamu semua menjual atas jualannya orang lain": Pertanyaannya ialah: Apakah menjual cara lelang itu haram?
Jual
lelang itu maksudnya ialah menunjukkan suatu benda lalu ditawarkan
kepada orang banyak. Seorang menawar lalu ada yang menambah dengan harga
lebih tinggi, orang lain lagi menambahnya pula. Demikian sampai tidak
ada yang mengatasinya, kemudian benda itu diberikan kepada orang yang
menawar dengan harga tertinggi. Hukum lelang itu dalam Islam
diperbolehkan dan bukan haram, dengan berdasarkan suatu Hadis yang
mengisahkan perbuatan Rasulullah صلی الله عليه وسلم sendiri, yaitu:
Suatu ketika datanglah seorang yang sedang dalam kesukaran hidup kepada Nabi صلی الله عليه وسلم untuk meminta sesuatu kepadanya, tetapi beliau صلی الله عليه وسلم
menolaknya karena memang tidak ada yang dapat diberikan padanya. Orang
itu mengatakan bahwa ia masih mempunyai dua benda yang dapat dijual,
yaitu lapik pelana dan gelas minum. Keduanya dibawa ke tempat Nabi صلی الله عليه وسلم lalu ditawarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian:
"Siapakah yang suka membeli lapik kuda dan gelas ini?"
Kemudian ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) kedua benda itu dengan harga sedirham. Beliau صلی الله عليه وسلم lalu bersabda lagi:
"Siapakah yang suka menambah dengan sedirham?"
Orang-orang sama berdiam diri. Lalu beliau صلی الله عليه وسلم bertanya lagi seperti di atas.
Selanjutnya ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) keduanya dengan harga dua dirham."
Rasulullah lalu bersabda:
"Kedua benda ini milikmu."
Jadi cara jual beli lelangan bukannya termasuk larangan sebagaimana di atas. Maka hukumnya boleh dilakukan.
Nomor: 237
Dari Anas رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم,
sabdanya: "Tidaklah sempurna keimanan seseorang dari engkau semua itu,
sehingga ia mencintai untuk diterapkan kepada saudaranya sebagaimana ia
mencintai kalau itu diterapkan untuk dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Nomor: 238
Dari Anas رضي الله عنه juga, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Tolonglah saudaramu itu, baik ia sebagai orang yang
menganiaya atau yang dianiaya." Ada seorang lelaki bertanya: "Ya
Rasulullah, saya dapat menolongnya jikalau ia memang dianiaya. Tetapi
bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau ia sebagai orang yang menganiaya?
Bagaimanakah cara saya menolongnya itu?" Beliau صلی الله عليه وسلم
menjawab: "Hendaklah ia engkau cegah atau engkau larang dari perbuatan
penganiayaannya itu, sebab demikian itulah cara menolongnya." (Riwayat
Bukhari)
Nomor: 239
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Haknya
seorang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu ada lima perkara
yaitu menjawab salam, meninjau yang sakit, mengikuti jenazahnya,
mengabulkan undangannya dan bertasymit kepada yang bersin - yakni kalau
seseorang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka yang mendengar
hendaklah mentasymitkan - mendoakan - dengan mengucapkan: Yarhamukalhh,
artinya: Semoga Allah merahmatimu, kemudian yang bersin itu menjawab:
Yahdikumullah wa yushtihu balakum, artinya: Semoga Allah memberi
petunjuk padamu dan memperbaiki hatimu." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:
"Hak
seorang Muslim terhadap orang Muslim lainnya itu ada enam perkara,
yaitu jikalau engkau bertemu dengannya, maka berilah salam kepadanya,
jikalau ia mengundangmu, maka kabulkanlah undangannya, jikalau ia
meminta nasihat kepadamu, maka berilah ia nasihat, jikalau ia bersin
kemudian mengucapkan Alhamdulillah, maka tasymitkanlah ia, jikalau ia
sakit, tinjaulah ia dan jikalau ia meninggal dunia, maka ikutilah
jenazahnya." (Riwayat Muslim)
Nomor: 240
Dari Abu Umarah, yaitu al-Bara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
menyuruh kita melakukan tujuh perkara dan melarang kita tujuh perkara
pula. Kita semua diperintah meninjau orang sakit, mengikuti jenazah,
mentasymitkan orang yang bersin, menuruti orang yang bersumpah -
misalnya seseorang berkata kepada kita: Demi Allah, hendaklah engkau
begini, maka orang yang diminta melakukannya itusupaya meluluskan
permintaannya, menolong orang yang dianiaya, mengabulkan undangan orang
yang mengundang, serta menyebarkan salam -kepada orang yang sudah
dikenal atau yang belum dikenal. Beliau صلی الله عليه وسلم
melarang kita mengenakan cincin yakni bercincin emas -untuk kaum
lelaki, minum dengan wadah yang terbuat dari perak, hiasan-hiasan sutera
merah - ini kebiasaannya saja, jadi selain merah dilarang pula untuk
kaum lelaki, juga mengenakan baju sutera campur katun, lagi pula
mengenakan sutera istabraq - sutera tebal - dan dibaj - umumnya sutera
murni." (Muttafaq 'alaih)
Dalam
suatu riwayat disebutkan: "Diperintahkan pula mengumumkan benda yang
hilang." Ini ditambahkan dalam golongan tujuh yang pertama yakni yang
diperintahkan.
Almayatsir, dengan ya' mutsannat [24]
di bawah sebelumnya ada alifnya dan tsa' mutsallatsah sesudahnya,
adalah jamak dari kata maitsarah. Artinya ialah sesuatu hiasan yang
dibuat dari sutera dan di isi dengan kapuk ataupun lain-lainnya, lalu
diletakkan di tempat kenaikan kuda atau tempat duduk di unta yang di
situlah pengendaranya duduk.
Alqassiy dengan fathah qafnya dan dikasrahkan sin muhmalah [25] yang disyaddah, artinya ialah pakaian yang dibuat sebagai tenunan dari sutera dan katun yang dicampurkan.
Insyadudh-dhallah, yaitu mengumumkan sesuatu yang hilang, untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
[24]"Mutsannat",
artinya bertitik dua, adakalanya: Minfawqu (di atas lalu menjadi ta')
dan adakalanya: Min tahtu (di bawafi lalu menjadi ya'). "Mutsailatsah",
artinya bertitik tiga, sedang "Muwahhadah", artinya bertitik satu. Ini
dua macam, jika di atas lalu menjadi ba'dan jika di bawah lalu menjadi
nun. [25]"Muhmalah", artinya dikosongkan, maksudnya tidak
bertitik. Kebalikannya ialah "Mu'jamah," yaitu bertitik. "Musyaddadah,"
ertinya disyaddahkan, sedang kebalikannya ialah "Mukhaffafah," ertinya
tidak disyaddahkan. Erti aslinya musyadadah itu di beratkan dan
mukhaffafah itu diringankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar