قال اللَّه تعالى: { ولما رأى المؤمنون الأحزاب قالوا هذا ما وعدنا
اللَّه ورسوله وصدق اللَّه ورسوله، وما زادهم إلا إيمانا وتسليما } .
Allah Ta’ala berfirman: “Setelah orang-orang yang beriman itu melihat
pasukan serikat -musuh- mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan oleh
Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan RasulNya itu berkata benar.
Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang
beriman tadi melainkan keimanan dan penyerahan bulat-bulat.” (al-Ahzab:
22)
وقال تعالى : { الذين قال لهم الناس إن الناس قد جمعوا لكم فاخشوهم،
فزادهم إيمانا، وقالوا: حسبنا اللَّه ونعم الوكيل. فانقلبوا بنعمة من
اللَّه وفضل لم يمسسهم سوء، واتبعوا رضوان اللَّه، والله ذو فضل عظيم } .
Allah Ta’ala berfirman pula: “Para manusia berkata kepada orang-orang
yang beriman itu: ‘Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk
melawan engkau semua, oleh karena itu takutlah kepada mereka.’ Tetapi
hal itu makin menambah keimanan mereka. Mereka menjawab: ‘Allah cukup
menjadi pelindung kita dan sebaik-baiknya yang dijadikan tempat
bertawakkal.’ Kemudian mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan
keutamaan dari Allah, mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan
mereka mengikuti keridhaan Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang
agung.” (Ali-Imran: 173-174)
وقال تعالى : { وتوكل على الحي الذي لا يموت } .
Allah Ta’ala berfirman lagi: “Dan bertawakkallah kepada Tuhan yang Maha Hidup yang tidak akan mati.” (al-Furqan: 58)
وقال تعالى : { وعلى اللَّه فليتوكل المؤمنون } .
Lagi Allah Ta’ala berfirman: “Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang yang beriman itu sama bertawakkal,” (Ibrahim: 11)
وقال تعالى : { فإذا عزمت فتوكل على اللَّه } .
Allah Ta’ala berfirman pula: “Jikalau engkau telah bulat tekad -untuk
melaksanakan sesuatu- maka bertawakkallah kepada Allah.” (Ali-Imran:
159)
Ayat-ayat mengenai hal bertawakkal itu banyak dan dapat dimaklumi.
وقال تعالى : { ومن يتوكل على اللَّه فهو حسبه } : أي كافيه.
Juga Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia pasti mencukupi untuknya.” (at- Thalaq: 3)
وقال تعالى : { إنما المؤمنون الذين إذا ذكر اللَّه وجلت قلوبهم، وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا، وعلى ربهم يتوكلون } .
Lagi firmannya Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu, ialah mereka yang apabila disebutkan nama Allah, maka hati mereka
itu menjadi ketakutan, juga apabila ayat-ayatNya dibacakan kepada
mereka, maka bertambah-tambahlah keimanan mereka dan mereka itu sama
bertawakkal kepada Tuhannya.” (al- Anfal: 2)
Ayat-ayat perihal keutamaan bertawakkal itupun banyak pula dan dapat pula diketahui.
Keterangan:
Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan
ketawakkalan kepada Allah Ta’ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal
ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan
usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan.
Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju. Anehnya ia
meminta yang enak-enak belaka. Orang semacam di atas itu rupanya
berpendapat, bahwa tidak perlu ia belajar, jika Tuhan menghendaki ia
menjadi orang pandai, tentu pandai juga nantinya. Juga tidak perlu
bekerja, jika Tuhan menghendaki ia menjadi kaya, tentu kaya juga
nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu ia berobat, jika Tuhan
menghendaki sembuh tentu sehat kembali pula. Semuanya itu samalah halnya
dengan orang yang sedang lapar, sekalipun macam-macam makanan di
hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika Tuhan menghendaki kenyang,
tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga. Cara berfikir semacam di atas
itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan membuat kesengsaraan diri
sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri. Adapun maksud tawakkal yang
diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah
berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya
meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu
bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang
umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak
bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Hal
yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam, yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa
diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu
ditinggalkan. Beliau shalallahu alaihi wasalam bertanya: “Mengapa tidak
kamu ikatkan?” Ia menjawab: “Saya sudah bertawakkal kepada Allah.”
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam tidak dapat menyetujui cara
berfikir orang itu, lalu bersabda: Artinya: “Ikatlah dulu lalu
bertawakkallah.” Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah
dan keliru menurut pandangan Islam. Jikalau kita sudah dapat meletakkan
arti tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat dipuji sekali dan
pasti kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta’ala akan
menjamin bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing
sebagaimana halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong
perut, sedang pada sore harinya telah menjadi kenyang. Selain itu Allah
berfirman bahwa sifat-sifat kaum mu’minin itu diantaranya ialah selalu
bertawakkal kepada Allah Ta’ala dengan pengertian tawakkal yang tidak
disalah mengertikan. FirmanNya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi gentarlah hati mereka dan
apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka bertambahlah keimanan mereka dan
hanya kepada Allah jualah mereka bertawakkal.” (al-Anfal: 2) Yang perlu
kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah: Dalam mengejar
cita-cita, supaya dapat berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat
kesabaran, juga wajib disertai sifat tawakkal ini. Karena yang
menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah
Subhanahu wa Ta’ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib
lebih besar pula sabar dan tawakkalnya, misalnya ingin menjadi seorang
yang alim, ingin memajukan agama, ingin mendirikan sesuatu negara yang
benar-benar diridhai oleh Allah Ta’ala, ingin melaksanakan hukum-hukum
dan syariat Islam dalam negara dan lain-lain sebagainya. Setelah
bersabar dan bertawakkal wajib pula disertai doa, memohon kepada Allah
semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan berdoa dan
yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah.
Adapun Hadits-haditsnya ialah:
فَالأوَّلَ : عَن ابْن عَبَّاسٍ رضي اللَّهُ عنهما قال : قال رسولُ
اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم : « عُرضَت عليَّ الأمَمُ ، فَرَأيْت
النَّبِيَّ وَمعَه الرُّهيْطُ والنَّبِيَّ ومَعهُ الرَّجُل وَالرَّجُلانِ ،
وَالنَّبِيَّ وليْسَ مَعهُ أحدٌ إذ رُفِعَ لِى سوادٌ عظيمٌ فظننتُ
أَنَّهُمْ أُمَّتِي ، فَقِيلَ لِى: هذا موسى وقومه ولكن انظر إلى الأفق
فإذا سواد عظيم فقيل لى انظر إلى الأفق الآخر فإذا سواد عظيم فقيل لي :
هَذه أُمَّتُكَ ، ومعَهُمْ سبْعُونَ أَلْفاً يَدْخُلُونَ الْجَنَّة
بِغَيْرِ حِسَابٍ ولا عَذَابٍ » ثُمَّ نَهَض فَدَخَلَ منْزِلَهُ ، فَخَاض
النَّاسُ في أُولَئِكَ الَّذينَ يدْخُلُون الْجنَّةَ بِغَيْرِ حسابٍ وَلا
عذابٍ ، فَقَالَ بعْضهُمْ : فَلَعَلَّهُمْ الَّذينَ صَحِبُوا رسول اللَّه
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وقَال بعْضهُم : فَلعَلَّهُمْ الَّذينَ
وُلِدُوا في الإسْلامِ ، فَلَمْ يُشْرِكُوا باللَّه شيئاً وذَكَروا أشْياء
فَخرجَ عَلَيْهمْ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ : «
مَا الَّذي تَخُوضونَ فِيهِ ؟ » فَأخْبَرُوهُ فَقَالَ : « هُمْ الَّذِينَ
لا يرقُونَ، وَلا يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطيَّرُون ، وَعَلَى ربِّهمْ
يتَوكَّلُونَ » فقَامَ عُكَّاشةُ بنُ مُحْصِن فَقَالَ : ادْعُ اللَّه أنْ
يجْعَلَني مِنْهُمْ ، فَقَالَ : « أنْت مِنْهُمْ » ثُمَّ قَام رَجُلٌ آخَرُ
فَقَالَ : ادْعُ اللَّه أنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فقال : «سَبَقَكَ بِهَا
عُكَّاشَةُ » متفقٌ عليه .
« الرُّهَيْطُ بِضمِّ الرَّاء : تَصغيرِ رَهْط ، وهُم دُونَ عشرةِ
أنْفُس . « والأفُقُ » : النَّاحِيةُ والْجانِب . « وعُكاشَةُ » بِضَمِّ
الْعيْن وتَشْديد الْكافِ وَبِتَخْفيفها ، والتَّشْديدُ أفْصحُ .
74. Pertama: Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya:
“Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Dipertontonkanlah
padaku berbagai umat, maka saya melihat ada seorang Nabi dan besertanya
adalah sekelompok manusia kecil -antara tiga orang sampai sepuluh, ada
pula Nabi dan besertanya adalah seorang lelaki atau dua orang saja,
bahkan ada pula seorang Nabi yang tidak disertai seorangpun. Tiba-tiba
diperlihatkanlah padaku suatu gerombolan manusia yang besar, lalu saya
mengira bahwa mereka itulah umatku. Lalu dikatakanlah padaku: “Ini
adalah Musa dengan kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk – sesuatu sudut.”
Kemudian sayapun melihatnya, lalu saya lihatlah dan tiba-tiba tampaklah
di situ suatu gerombolan umat yang besar juga. Selanjutnya dikatakan
pula kepadaku: “Kini lihatlah pula ke ufuk yang lain lagi itu.”
Tiba-tiba di situ terdapatlah suatu kelompok yang besar pula, lalu
dikatakanlah padaku: “Inilah umatmu dan beserta mereka itu ada sejumlah
tujuh puluh ribu orang yang dapat memasuki syurga tanpa dihisab dan
tidak terkena siksa.” Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasalam
bangun dan terus memasuki rumahnya. Orang-orang banyak sama
bercakap-cakap mengenai para manusia yang memasuki syurga tanpa dihisab
dan tanpa disiksa itu. Sebagian dari sahabat itu ada yang berkata:
“Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang telah menjadi sahabat
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam” Sebagian lagi berkata: “Barangkali
mereka itu ialah orang-orang yang dilahirkan di zaman sudah munculnya
agama Islam, kemudian tidak pernah mempersekutukan sesuatu dengan
Allah.” Banyak lagi sebutan -percakapan-percakapan- mengenai itu yang
mereka kemukakan. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam lalu keluar
menemui mereka kemudian bertanya: “Apakah yang sedang engkau semua
percakapkan itu.” Para sahabat memberitahukan hal itu kepada beliau.
Selanjutnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Orang-orang yang
memasuki syurga tanpa hisab dan siksa itu ialah mereka yang tidak
pernah memberi mantera-mantera, tidak meminta mantera-mantera dari orang
lain -karena sangatnya bertawakkal kepada Allah, tidak pula merasa akan
memperoleh bahaya karena adanya burung-burung -atau adanya hal yang
lain-lain atau ringkasnya meyakini guhon tuhon atau khurafat yang sesat-
dan pula sama bertawakkal kepada Tuhannya.” ‘Ukkasyah bin Mihshan
al-Asadi, kemudian berkata: “Doakanlah saya -ya Rasulullah- kepada Allah
supaya Allah menjadikan saya termasuk golongan mereka itu -tanpa hisab
dan siksa dapat memasuki syurga.” Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu
bersabda: “Engkau termasuk golongan mereka.” Selanjutnya ada pula orang
lain yang berdiri lalu berkata: “Doakanlah saya kepada Allah supaya saya
oleh Allah dijadikan termasuk golongan mereka itu pula.” Kemudian
beliau bersabda: “Permohonan seperti itu telah didahului oleh
‘Ukkasyah.” (Muttafaq ‘alaih).
Lafaz ‘Ukkasyah dengan mendhammahkan ‘ain serta mensyaddahkan kafnya,
tetapi boleh pula kafnya itu diringankan, yakni tidak disyaddahkan lalu
dibaca ‘Ukasyah. Namun begitu, dengan mensyaddahkan kafnya adalah lebih
fasih.
الثَّانِي : عَنْ ابْن عبَّاس رضي اللَّه عنهما أيْضاً أَنَّ رسول
اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كانَ يقُولُ : «اللَّهُم لَكَ
أسْلَمْتُ وبِكَ آمنْتُ ، وعليكَ توَكَّلْتُ ، وإلَيكَ أنَبْتُ ، وبِكَ
خاصَمْتُ . اللَّهمَّ أعُوذُ بِعِزَّتِكَ ، لا إلَه إلاَّ أنْتَ أنْ
تُضِلَّنِي أنْت الْحيُّ الَّذي لا تمُوتُ ، وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ
يمُوتُونَ» متفقٌ عليه .
75. Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma juga bahwasanya
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda -dalam berdoa: “Ya Allah,
kepadaMulah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu saya
bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah
-menghadapi musuh-musuh agama. Ya Allah, saya mohon perlindungan dengan
kemuliaanMu, tiada Tuhan melainkan Engkau, kalau sampai Engkau
menyesatkan diriku. Engkau Maha Hidup yang tidak akan mati, sedangkan
semua jin dan manusia pasti mati.” (Muttafaq ‘alaih). Hadits di atas itu
menurut lafaz Imam Muslim dan diringkaskan dalam lafaz Imam Bukhari.
الثَّالِثُ : عن ابْنِ عَبَّاس رضي اللَّه عنهما أيضاً قال : «حسْبُنَا
اللَّهُ ونِعْمَ الْوكِيلُ قَالَهَا إبْراهِيمُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم حينَ أُلْقِى في النَّارِ ، وَقالهَا مُحمَّدٌ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم حيِنَ قَالُوا: «إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمعُوا لَكُمْ
فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إيماناً وقَالُوا : حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الْوكِيلُ » رواه البخارى.
وفي رواية له عن ابْنِ عَبَّاسٍ رضي اللَّه عنهما قال : « كَانَ آخِرَ
قَوْل إبْراهِيمَ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم حِينَ ألْقِي في النَّارِ «
حسْبي اللَّهُ وَنِعمَ الْوَكِيلُ » .
76. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma pula, katanya: “Lafaz:
Hasbunallah wa ni’mal wakil, artinya: Cukuplah Allah itu sebagai
penolong kita dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi, itu pernah
diucapkan oleh Ibrahim alaihis salam ketika beliau dilemparkan ke dalam
api, juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam
ketika orang-orang sama berkata: “Sesungguhnya orang-orang banyak telah
berkumpul -bersatu padu- untuk memerangi engkau, maka takutilah mereka
itu,” tetapi ucapan sedemikian itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang beriman melainkan keimanan belaka dan mereka berkata: Hasbunallah
wa ni’mal wakil. (Riwayat Bukhari).
Dalam riwayat Bukhari pula dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
disebutkan: Ucapan Nabi Ibrahim yang terakhir sekali ketika beliau
dilemparkan ke dalam api yaitu: Hasbiallah wa ni’mal wakil artinya:
“Cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya
yang diserahi.”
الرَّابعُ : عَن أبي هُرَيْرةَ رضي اللَّه عنه عن النبي صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أقْوَامٌ أفْئِدتُهُمْ مِثْلُ أفئدة
الطَّيْرِ » رواه مسلم .
قيل معْنَاهُ مُتوَكِّلُون ، وقِيلَ قُلُوبُهُمْ رقِيقةٌ .
77. Keempat: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu
alaihi wasalam, sabdanya: “Masuklah ke dalam syurga itu para kaum yang
hatinya seperti hati burung.” (Riwayat Muslim) Artinya kata-kata di atas
itu disebutkan: Bahwasanya mereka itu sama bertawakkal. Juga dapat
diartikan: bahwasanya hati mereka itu lemah lembut.
الْخَامِسُ : عنْ جَابِرٍ رضي اللَّهُ عنه أَنَّهُ غَزَا مَعَ
النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قِبَلَ نَجْدٍ فَلَمَّا قَفَل
رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَفَل مَعهُمْ ، فأدْركتْهُمُ
الْقائِلَةُ في وادٍ كَثِيرِ الْعضَاهِ ، فَنَزَلَ رسولُ اللَّهِ صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، وتَفَرَّقَ النَّاسُ يسْتظلُّونَ بالشجر ، ونَزَلَ
رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم تَحْتَ سمُرَةٍ ، فَعَلَّقَ
بِهَا سيْفَه ، ونِمْنَا نوْمةً ، فإذا رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم يدْعونَا ، وإِذَا عِنْدَهُ أعْرابِيُّ فقَالَ : « إنَّ هَذَا
اخْتَرَطَ عَلَيَّ سيْفي وأَنَا نَائِمٌ ، فاسْتيقَظتُ وَهُو في يدِهِ
صَلْتاً ، قالَ : مَنْ يَمْنَعُكَ منِّي ؟ قُلْتُ : اللَّه ثَلاثاً »
وَلَمْ يُعاقِبْهُ وَجَلَسَ . متفقٌ عليه .
وفي رواية : قَالَ جابِرٌ : كُنَّا مع رسول اللِّهِ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم بذاتِ الرِّقاعِ ، فإذَا أتينا على شَجرةٍ ظليلة
تركْنَاهَا لرسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فَجاء رجُلٌ من
الْمُشْرِكِين ، وسيف رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مُعَلَّقٌ
بالشَّجرةِ ، فاخْترطهُ فقال : تَخَافُنِي ؟ قَالَ : « لا » قَالَ : فمَنْ
يمْنَعُكَ مِنِّي ؟ قال: «اللَّه».
وفي رواية أبي بكرٍ الإِسماعيلي في صحيحِهِ : قال منْ يمْنعُكَ مِنِّي ؟
قَالَ : « اللَّهُ » قال: فسقَطَ السَّيْفُ مِنْ يدِهِ ، فأخذ رسَول
اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم السَّيْفَ فَقال : « منْ يمنعُكَ
مِنِّي ؟ » فَقال : كُن خَيْرَ آخِذٍ ، فَقَالَ : « تَشهدُ أنْ لا إلَه إلا
اللَّهُ ، وأنِّي رسولُ اللَّه ؟ » قال : لا، ولكِنِّي أعاهِدُك أن لا
أقَاتِلَكَ ، ولا أكُونَ مع قوم يقاتلونك ، فَخلَّى سبِيلهُ ، فَأتى
أصحابَه فقَالَ : جِئتكُمْ مِنْ عِندِ خيرِ النَّاسِ .
قَولُهُ : « قَفَل » أيْ : رجع . و « الْعِضَاهُ » الشَّجر الذي لَه
شَوْك . و «السَّمُرةُ » بِفَتْحِ السينِ وضمِّ الْميمِ : الشَّجَرةُ مِن
الطَّلْحِ ، وهِي الْعِظَام منْ شَجرِ الْعِضاهِ . و « اخْترطَ السَّيْف »
أي : سلَّهُ وهُو في يدِهِ . « صلتاً » أيْ : مسْلُولاً ، وهُو بِفْتح
الصادِ وضمِّها .
78. Kelima: Dari Jabir radhiyallahu anhu bahwasanya ia berperang
bersama Nabi shalallahu alaihi wasalam di daerah dekat Najad -yakni
perang Dzatur Riqa’. Setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam
kembali -dari perjalanannya- iapun kembali pula beserta mereka, kemudian
mereka sama memperoleh tidur siang dalam suatu lembah yang banyak pohon
durinya. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam turun dan orang-orang
lainpun sama berteduh di bawah pohon. Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam itu turun di bawah pohon samurah kemudian menggantungkan
pedangnya di situ. Kita semua tidur, tiba-tiba Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam memanggil-manggil kita dan di sisinya ada seorang A’rab
-orang Arab dari pegunungan, lalu beliau shalallahu alaihi wasalam
bersabda: “Orang ini telah mengacungkan pedangku padaku, sedang saya
tidur tadi, kemudian saya bangun, sedangkan pedang itu terhunus di
tangannya, ia berkata: “Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau
dari perbuatanku ini?” Saya menjawab: “Allah” sampai tiga kali. Tetapi
beliau shalallahu alaihi wasalam tidak menghukum orang -yang akan
membunuhnya- tadi dan beliaupun duduklah. (Muttafaq ‘aiaih).
Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan: Jabir berkata: “Kita semua
bersama-sama Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dalam peperangan
Dzatur Riqa’, kemudian datanglah kita pada pohon yang rindang -nyaman
digunakan sebagai tempat berteduh- pohon itu kita biarkan untuk
digunakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, kemudian datanglah
seorang lelaki dari golongan kaum musyrikin sedangkan pedang Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam digantungkan pada pohon tersebut. Orang itu
menghunus pedangnya lalu berkata: “Adakah engkau takut padaku?”
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menjawab: “Tidak.” Orang itu
berkata lagi: “Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari
perbuatanku ini.” Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: “Allah.”
Disebutkan pula dalam riwayat lainnya lagi yaitu riwayat Abu Bakar
al-Isma’ili dalam kitab shahihnya demikian: Orang itu berkata: “Siapakah
yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini.” Beliau
shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Allah,” kemudian jatuhlah pedang
itu dari tangannya. Selanjutnya pedang itu diambil oleh Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam, lalu bersabda: “Siapakah yang dapat
menghalang-halangi engkau dari padaku ini?” Orang tadi berkata: “Jadilah
engkau -hai Muhammad- sebaik-baiknya orang yang dimintai perlindungan.”
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda pula: “Sukakah engkau
menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya ini
utusan Allah?” Ia menjawab: “Tidak suka aku demikian, tetapi saya
berjanji padamu bahwa saya tidak akan memerangi lagi padamu dan tidak
pula akan menyertai kaum yang memerangi engkau.” Oleh Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam orang tersebut dilepaskan jalannya
-dibebaskan, kemudian ia mendatangi sahabat-sahabatnya lalu berkata:
“Saya telah datang padamu sekalian ini dari sisi sebaik-baik manusia
-yang dimaksud ialah baru datang dari Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasalam Sabda Nabi shalallahu alaihi wasalam: Ikhtarathas saifa, artinya
mengacungkan pedang dalam keadaan terhunus dan Wa huwa fi yadihi
shaltan, artinya: pedang itu di tangannya sudah terhunus. Lafaz shaltan
itu boleh difathahkan shadnya dan boleh pula didhammahkan.
السادِسُ : عنْ عمرَ رضي اللَّهُ عنه قال : سمعْتُ رسولَ اللَّه صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقُولُ: « لَوْ أنَّكم تتوكَّلونَ على اللَّهِ حقَّ
تَوكُّلِهِ لرزَقكُم كَما يرزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُو خِماصاً وترُوحُ
بِطَاناً» رواه الترمذي ، وقال : حديثٌ حسنٌ .
معْناهُ تَذْهَبُ أوَّلَ النَّهَارِ خِماصاً : أي ضَامِرةَ الْبُطونِ
مِنَ الْجُوعِ ، وترْجِعُ آخِرَ النَّهَارِ بِطَاناً : أيْ مُمْتَلِئةَ
الْبُطُونِ .
79. Keenam: Dari Umar radhiyallahu anhu, katanya: “Saya mendengar
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Andaikata engkau
sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya
tawakkal, sesungguhnya Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian
sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung
berperut kosong dan sore-sore kembali dengan perut penuh berisi.”
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
hadits hasan.
Adapun makna hadits itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan
hari siang, yakni mulai pagi harinya sama pergi dalam keadaan khimash,
artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni
pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya
penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.
السَّابِعُ : عن أبي عِمَارةَ الْبراءِ بْنِ عازِبٍ رضي اللَّه عنهما
قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « يا فُلان إذَا
أَويْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَقُل : اللَّهمَّ أسْلَمْتُ نفْسي إلَيْكَ ،
ووجَّهْتُ وجْهِي إِلَيْكَ ، وفَوَّضْتُ أمري إِلَيْكَ ، وألْجأْتُ ظهْرِي
إلَيْكَ . رغْبَة ورهْبةً إلَيْكَ ، لا ملجَأَ ولا منْجى مِنْكَ إلاَّ
إلَيْكَ ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذي أنْزَلْتَ، وبنبيِّك الَّذي أرْسلتَ ،
فَإِنَّكَ إنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ ، وإنْ
أصْبحْتَ أصَبْتَ خيْراً » متفقٌ عليه .
وفي رواية في الصَّحيحين عن الْبرَاء قال : قال لي رسول اللَّه صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « إذَا أتَيْتَ مضجعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ
للصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأيْمَنِ وقُلْ : وذَكَر
نحْوَه ثُمَّ قَالَ وَاجْعَلْهُنَّ آخرَ ما تَقُولُ » .
80. Ketujuh: Dari Abu ‘Umarah, yaitu Albara’ bin ‘Azib radhiallahu
‘anhuma, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Hai
Fulan, jikalau engkau bertempat di tempat tidurmu -maksudnya jikalau
hendak tidur- maka katakanlah -doa yang artinya: “Ya Allah, saya
menyerahkan diriku padaMu, saya menghadapkan mukaku padaMu, saya
menyerahkan urusanku padaMu, saya menempatkan punggungku padaMu, karena
loba -berharap- akan pahalaMu dan takut siksaMu, tiada tempat
bersembunyi dan tiada pula tempat keselamatan kecuali kepadaMu. Saya
beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang Engkau
rasulkan -utuskan-.” Sesungguhnya engkau -hai Fulan, jikalau engkau mati
pada malam harimu itu, maka engkau akan mati menetapi kefithrahan
-agama Islam- dan jikalau engkau masih dapat berpagi-pagi, -masih tetap
hidup sampai pagi harinya-, maka engkau dapat memperoleh kebaikan.”
(Muttafaq ‘alaih).
Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih -Bukhari dan Muslim-, dari
Albara’, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda
kepada-ku: “Jikalau engkau mendatangi tempat pembaringanmu -maksudnya
hendak tidur, maka berwudhu’lah sebagaimana berwudhu’mu untuk bershalat,
kemudian berbaringlah atas lambung kananmu, kemudian ucapkanlah…….”
Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas, selanjutnya pada
penutupnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jadikanlah
ucapan tersebut di atas itu sebagai penghabisan sesuatu yang engkau
ucapkan -maksudnya sehabis berdoa di atas, jangan lagi berkata yang
lain-lain.”
الثَّامِنُ : عنْ أبي بَكْرٍ الصِّدِّيق رضي اللَّه عنه عبدِ اللَّه بنِ
عثمانَ بنِ عامِرِ بنِ عُمَرَ ابن كعب بن سعد بْنِ تَيْمِ بْن مُرَّةَ
بْنِ كَعْبِ بْن لُؤيِّ بْنِ غَالِب الْقُرَشِيِّ التَّيْمِيِّ رضي اللَّه
عنه وهُو وأبُوهُ وَأُمَّهُ صحابَةٌ ، رضي اللَّه عنهم قال : نظرتُ إلى
أقْدَامِ المُشْرِكِينَ ونَحنُ في الْغَارِ وهُمْ علَى رؤوسنا فقلتُ : يا
رسولَ اللَّهِ لَوْ أَنَّ أحَدَهمْ نَظرَ تَحتَ قَدميْهِ لأبصرَنا فقال: «
مَا ظَنُّك يا أبا بكرٍ باثْنْينِ اللَّهُ ثالثُِهْما » متفقٌ عليه .
81. Kedelapan: Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Abdullah bin Usman
bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin
Luai bin Ghalibal Qurasyi at- Taimi radhiyallahu anhu, ia dan ayahnya,
juga ibunya semuanya adalah termasuk golongan para sahabat radhiallahu
‘anhum, katanya: “Saya melihat pada kaki kaum musyrikin sedang kita
berada dalam goa dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kita,
lalu saya berkata: “Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu
melihat ke bawah kakinya, pasti mereka akan dapat melihat tempat kita
ini.” Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: “Apakah yang
engkau sangka itu, hai Abu Bakar bahwa kita ini hanya berdua saja. Allah
adalah yang ketiga dari kita ini -maksudnya senantiasa melindungi
kita.” (Muttafaq ‘alaih).
التَّاسِعُ : عَنْ أُمِّ المُؤمِنِينَ أُمِّ سلَمَةَ ، واسمُهَا هِنْدُ
بنْتُ أبي أُمَيَّةَ حُذَيْفةَ المخزومية رضي اللَّهُ عنها أن النبيَّ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كانَ إذَا خَرجَ مِنْ بيْتِهِ قالَ : « بسم
اللَّهِ، توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أعوذُ بِكَ أنْ
أَضِلَّ أو أُضَلَّ ، أَوْ أَزِلَّ أوْ أُزلَّ ، أوْ أظلِمَ أوْ أُظلَم ،
أوْ أَجْهَلَ أو يُجهَلَ عَلَيَّ » حديثٌ صحيحٌ رواه أبو داود والتِّرمذيُّ
وَغيْرُهُمَا بِأسانِيدَ صحيحةٍ . قالَ التِّرْمذي : حديثٌ حسنٌ صحيحٌ ،
وهذا لَفظُ أبي داودَ .
82. Kesembilan: Dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah dan namanya sendiri
adalah Hindun binti Abu Umayyah yaitu Hudzaifah al-Makhzumiyah
radhiallahu ‘anha bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam itu apabila
keluar dari rumahnya, bersabda -yang artinya: “Dengan menyebut nama
Allah, saya bertawakkal kepada Allah. Ya Allah, sesungguhnya saya mohon
perlindungan kepadaMu kalau-kalau saya sampai tersesat atau disesatkan,
tergelincir -dari kebenaran- atau digelincirkan, menganiaya atau
dianiaya, menjadi bodoh -tidak mengerti sesuatu- ataupun dianggap bodoh
oleh orang lain atas diriku.” Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Tirmidzi dan lain-lainnya dengan sanad-sanad yang shahih.
Tirmidzi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Hadits di atas
adalah menurut lafaznya Imam Abu Dawud.
الْعَاشِرُ : عنْ أنسٍ رضيَ اللَّهُ عنه قال : قال : رسولُ اللَّهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ قَالَ يعنِي إذا خَرَج مِنْ بيْتِهِ
: بِسْم اللَّهِ توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، ولا حوْلَ ولا قُوةَ إلاَّ
بِاللَّهِ ، يقالُ لهُ هُديتَ وَكُفِيت ووُقِيتَ ، وتنحَّى عنه
الشَّيْطَانُ » رواه أبو داودَ والترمذيُّ ، والنِّسائِيُّ وغيرُهمِ : وقال
الترمذيُّ : حديثٌ حسنٌ ، زاد أبو داود : « فيقول : يعْنِي الشَّيْطَانَ
لِشَيْطانٍ آخر : كيْفَ لك بِرجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفي وَوُقِى»؟ .
83. Kesepuluh: Dari Anas radhiyallahu anhu katanya Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan, yakni
ketika keluar dari rumahnya: Bismillah, tawakkaltu ‘alallah wala haula
wala quwwata illabillah -artinya: Dengan menyebut nama Allah, saya
bertawakkal kepada Allah dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan
dengan pertolongan Allah, maka kepada orang itu dikatakanlah: “Engkau
telah diberi petunjuk, telah pula dicukupi keperluanmu, dan telah diberi
penjagaan. Syaitanpun menyingkirlah dari orang tersebut.” Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i serta lain-lainnya. Tirmidzi
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Abu Dawud menambahkan lalu
berkata: “Bahwa syaitan yang satu berkata kepada syaitan lainnya:
“Bagaimana engkau dapat menggoda orang yang telah diberi petunjuk telah
dicukupi dan telah pula diberi penjagaan.”
وَعنْ أنَسٍ رضي اللَّهُ عنه قال : كَان أخوانِ عَلَى عهْدِ النبيِّ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وكَانَ أَحدُهُما يأْتِي النبيِّ صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، والآخَرُ يحْتَرِفُ ، فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ
أخَاهُ للنبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فقال : « لَعلَّكَ تُرْزَقُ
بِهِ » رواه التِّرْمذيُّ بإسناد صحيح على شرط مسلمٍ .
« يحْترِفُ » : يكْتَسِب ويَتَسبَّبُ .
84. Kesebelas: Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Ada dua orang
bersaudara pada zaman Nabi shalallahu alaihi wasalam salah seorang dari
keduanya itu datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam, yang lainnya
lagi bekerja. Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi shalallahu
alaihi wasalam mengenai saudaranya -yang menganggur itu- lalu beliau
shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangkali engkau diberi rezeki
-oleh Allah- itu adalah dengan sebab adanya saudaramu -yang engkau beri
pertolongan makan dan lain-lain itu.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan
isnad shahih atas syarat Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar